Ayu Utami dikenal sebagai penulis novel Saman dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 November 1968. Ayahnya bernama Johanes Hadi Sutaryo dan ibunya bernama Bernadeta Suhartinah. Bungsu dari lima bersaudara ini bernama lengkap Justina Ayu Utami dan beragama Katolik. Ia dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman menjadi pemenang sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Kehadiran Ayu Utami dengan novelnya Saman ini mengundang banyak kontroversi. Namun, terlepas dari semuanya itu, novel ini dipuji oleh banyak pihak dan di pasaran tergolong laris (best seller). Dalam waktu tiga tahun Saman terjual 55 ribu eksemplar. Berkat Saman pula, Ayu mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan.
Ayu bersekolah di SD Regina Pacis, Bogor (1981), SMP Tarakanita 1 Jakarta (1984), SMA Tarakanita 1 Jakarta (1987). Selanjutnya, Ayu masuk Jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994) dilanjutkan ke Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995) dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999).
Berbagai pekerjaan pernah dijalani oleh Ayu Utami. Sebagai salah satu finalis gadis sampul majalah femina (1990)—urutan kesepuluh—Ayu Utami pernah mencoba menggeluti dunia model. Ayu juga pernah bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan pemasok senjata. Dia juga pernah bekerja di Hotel Arya Duta sebagai guest public relation. Terakhir Ayu bekerja di dunia jurnalistik dan Ayu merasa cocok dengan pekerjaan tersebut.
Di dalam dunia jurnalistik, Ayu Utami pernah menjadi wartawan lepas Matra, wartawan Forum Keadilan, wartawan D&R, dan menjadi anggota Sidang Redaksi Kalam, serta Kurator Teater Utan Kayu. Kegiatan lain yang ditekuninya antara lain pendiri dan anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan peneliti pada Institut Studi Arus Informasi. Pada tahun 1994, Ayu Utami termasuk wartawan yang ikut menandatangani Deklarasi Sinargalih, yang merupakan tonggak berdirinya AJI. Untuk itu, ia harus rela dipindah dari bagian redaksi ke bagian pemasaran di tempat ia bekerja, majalah Forum.
Sebenarnya dunia tulis menulis tidak begitu akrab pada masa kecilnya. Karir dalam dunia ini dimulai ketika secara iseng Ayu mengirimkan cerpen humornya dalam lomba yang diadakan majalah Humor sekitar tahun 1989—1990 dan ia memperoleh juara harapan. Kemenangan cerpennya di majalah Humor menariknya menjadi wartawan paruh waktu di majalah itu. Berhubung kantornya berdekatan dengan Majalah Matra, Ayu pun jadi dekat dengan orang-orang Matra. Ia pun menjadi wartawan di majalah khusus trend pria itu. Di sinilah Ayu menyadari ada bakat menulis. "Soalnya, beberapa tulisan saya tidak pernah diedit total," katanya.
Bagi Ayu mengarang adalah kesediaan melibatkan, meleburkan diri, dan menerima kemungkinan- kemungkinan yang tak direncanakan. Hal ini disampaikannya dalam artikelnya yang berjudul "Membantah Mantra, Membantah Subjek" (Jurnal Kalam, edisi 12, 1998).
Darah seni mengalir dalam tubuhnya. Salah seorang keluarganya adalah seorang penembang lagu-lagu Jawa—selain itu sejak kecil Ayu senang melukis. Untuk mengembangkan bakat melukisnya itu, Ayu sempat berkeinginan masuk ke Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB. Namun, orang tuanya tidak setuju. Ayu kemudian kuliah di Jurusan Rusia, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.
Sebagaimana disampaikan oleh Ayu Utami bahwa ia tidak terlalu senang membaca. Bacaan yang dibacanya setiap saat adalah Alkitab. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila di dalam novel Saman terdapat petikan-petikan ayat Alkitab, Ayu mengakui bahwa di dalam karyanya ada kecenderungan menulis tentang pastor, tentang suster. Bahkan pada waktu kecil, Ayu ingin jadi suster.
Selama ini Ayu Utami dikenal sebagai pengarang novel Saman yang sering disebut sebagai contoh karya dengan ciri "keterbukaan baru" dalam membicarakan seksualitas. Namun, Ayu dapat dikataan bukan pengarang yang produktif. Karya Ayu yang lain novel Larung (2002), Bilangan Fu (2008), dan kumpulan Esai Si Parasit Lajang (Gagas Media, Jakarta, 2003), Lalita (Gramedia Pustaka Utama, 2012)