Ballada Orang-Orang Tercinta merupakan kumpulan sajak pertama W.S. Rendra. Sejumlah sajak yang ditulisnya pada periode 1950-an itu dikumpulkan menjadi satu dalam buku ini dan diterbitkan pada tahun 1957 di Jakarta oleh PT Pembangunan. Sampai sekarang Ballada Orang-Orang Tercinta sudah berkali-kali mengalami cetak ulang. Cetakan ke-8 tercatat pada tahun 1996 di Jakarta oleh penerbit Pustaka Jaya.
Ballada Orang-Orang Tercinta memuat sejumlah sajak yang ditulis dengan gaya serupa. Sajak-sajak tersebut adalah (1)" Ballada Kasan dan Patima", (2) "Ballada Lelaki-Lelaki Tanah Kapur", (3) "Koyan yang Malang", (4) "Ballada Sumilah", (5) "Gerilya", (6) "Tahanan", (7) "Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo", (8) "Ballada Penyaliban", (9) "Ballada Ibu yang Terbunuh", (10) "Tangis", (11) "Ballada Gadisnya Jamil Si Jagoan", (12) "Ballada Penantian", (13) "Ballada Anita", (14) "Perempuan Sial", (15) "Balada Sumilah", (16) "Di Meja Makan", (17) "Ada Tilgram Tiba Senja" (18) "Anak yang Angkuh" (19) "Ballada Petualang"
Ballada Orang-Orang Tercinta mempunyai kedudukan penting dalam perkembangan sajak Indonesia. Dengan kumpulan sajak Rendra itu paling tidak dihadirkan dan diperkenalkan jenis sajak balada dalam khazanah persajakan Indonesia.
Menurut Sapardi Djoko Damono (1999), kehidupan Rendra memang colourful, penuh warna-warni, dan menegangkan sehingga memesona. Sapardi mengakui bahwa Rendra adalah seorang penyair pasca-Chairil Anwar yang sangat terampil dalam berbahasa. Ia belajar dari penyair pendahulunya, tetapi tidak ingin menjadi seperti pendahulunya. Rendra mengembangkan gaya sendiri. Ia menemukan cara sendiri dan pada tahun 1950-an ia menulis sajak naratif. Ia menciptakan balada untuk menyampaikan simpatinya pada orang-orang tercinta, yakni orang-orang yang menderita, tersisihkan, atau menjadi korban keadaan. Melalui Ballada Orang-Orang Tercinta, hal itu ia wujudkan.
Secara umum, kumpulan sajak pertama Rendra itu berbicara tentang sejumlah tokoh yang mempunyai karakter luar biasa. Dikatakan luar biasa karena tokoh-tokoh itu memiliki kekuatan dan keberanian menentang bahaya. Dengan perkataan lain, tokoh-tokoh yang dibekali dengan sejumlah keistimewaan mengalami ber-bagai petualangan dan konflik. Di samping itu, Ballada Orang-Orang Tercinta menampilkan alam yang berfungsi sebagai penjelas penggambaran tokoh. Alam ditampilkan tidak sekadar sebagai latar penceritaan, tetapi juga sebagai roh yang mengandung daya magis (kekuatan). Oleh karena itu, dalam sajak-sajak Rendra yang terkumpul dalam Ballada Orang-Orang Tercinta, alam dapat berbicara atau merasakan sesuatu seperti halnya manusia.
Sunu Wasono (2005) menyebut kumpulan sajak Ballada Orang-Orang Tercinta memperlihatkan ciri-ciri gaya romantik. Sajak "Ballada Orang-Orang Tercinta" menggambarkan dialog antara angin dan Patima. Apabila ditempatkan dalam konteks romantisisme, yang menarik adalah perlakuan Rendra terhadap angin (alam). Dalam sajak itu angin dapat berdialog dengan Patima. Itu berarti angin digambarkan seperti manusia. Penggambaran alam yang berperilaku seperti manusia itu tidak hanya terdapat dalam "Ballada Kasan dan Patima", tetapi juga pada sajak-sajak lain yang terkumpul dalam Ballada Orang-Orang Tercinta.