Peneliti : Soedjito, dkk.
Tanggal Penelitian : 01-01-1986
Abstrak :
Kebijakan nasional tentang pemeliharaan dan pelestarian bahasa-bahasa daerah melatarbelakangi penelitian ini. Bahasa Jawa yang merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia kiranya memerlukan penelitian yang memadai, salah satunya adalah penelitian dialek-dialek bahasa Jawa yang terdapat di pesisir Utara Jawa bagian Sempit, yaitu bahasa-bahasa yang dipakai di daerah Pasuruan, Probolinggo, dan Situbondo.
Di daerah yang dihuni oleh suku Jawa dan Madura ini (daerah Jawa Madura) hidup dua bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura, yang masing-masing merupakan citra budaya tradisional Jawa dan Madura. Di atas kedua bahasa daerah tersebut dipakai bahasa Indonesia yang merupakan citra budaya nasional bangsa Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat di pesisir Utara Jawa Timur bagian Sempit (PUJTBS) adalah masyarakat multilingual. Kesimpulan ini tentulah bersifat sementara karena data yang terkumpul sangatlah terbatas. Di daerah yang masyarakatnya multilingual tersebut, pemakaian bahasa Jawa terutama ditentukan oleh partisipannya. Partisipan merupakan variabel penentu pemilihan bahasa yang paling dominan. Partisipan suku Jawa, baik asli maupun pendatang, dalam berkomunikasi tidak resmi selalu menggunakan bahasa Jawa. Dalam situasi resmi, misalnya domain pemerintah desa, domain pendidikan nonformal, bahasa Jawa masih sering dipakai oleh partisipan suku Jawa. Partisipan suku Madura, terutama yang asli juga sering memakai bahasa Jawa apabila mereka berkomunikasi dengan suku Jawa. Jika partisipan kedua-duanya suku Madura, dalam berkomunikasi tidak pernah memakai bahasa Jawa.
Dalam penelitian ini, ditemukan adanya gejala interferensi dan alih kode. Dalam pemakaian bahasa Jawa terdapat gejala interferensi dari bahasa Madura dan bahasa Indonesia, yang meliputi aspek: (1) morfologi, (2) sintaksis, dan (3) leksikon. Demikian halnya dengan gejala alih kode, terjadi interferensi bahasa Jawa ke bahasa Madura, bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, dan sebaliknya di antara ketiganya. Jadi, dalam pemakaian bahasa Jawa terdapat satu atau dua alih kode. Ada bermacam-macam alasan mengapa penutur beralih kode, yaitu kurang pengetahuan gramatikal verbal-predikat yang argumen-subjeknya berperan pelaku sekaligus sasaran atau pelaku yang berpasangan dengan argumen-kompanional. Diatesis resiprokal berpenanda morfologis afiks -an, ke-/ -an, R + -an, pa- / -an, R+ -in (-an)dan berpenanda sintaktis silih, padha, padha-padha, rebut, adu, tukar. Penanda diatesis ini korelatif dengan jenis dan jumlahnya argumen di samping kategori predikatnya. Diatesis refleksif adalah kategori gramatikal verba-predikat yang argumen subjeknya berperan pelaku sekaligus penerima. Diatesis ini berpenanda R, a-, N-, N- / - (a) ke, m- N- / -le-, -an. Pada akhir laporan, disarankan perlunya penelitian lanjutan yang didasarkan pada pendekatan melalui tipologi kebahasaan.