Majalah Djawa Baroe terbit di Batavia pada masa pendudukan Jepang. Pada tanggal 10 Desember 1943 nama Batavia diubah menjadi Djakarta, dengan alasan, nama Batavia atau "Betawi" mengandung riwayat penindasan Belanda sedjak Gobnor Djendral Jan Pieterszoon Coen. Djawa Baroe mulai terbit tanggal 1 Januari 1943 dan terbit terakhir tanggal 1 Agustus 1945, beberapa saat menjelang kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik. Majalah Djawa Baroe diterbitkan oleh Djawa Shinbun Sha yang bekerja sama dengan harian Asia Raja. Alamat majalah ini di Molenvliet T. 8, Jakarta.
Majalah Djawa Baroe yang dicetak menggunakan kertas luks ini pernah mengalami kenaikan harga. Pada awal terbitannya, majalah yang berukuran lebar 22 cm dan panjang 29 cm. ini berharga 0,15 gulden, kemudian menjadi 0,20 gulden dengan alasan karena adanya penambahan jumlah halaman (dari 30 halaman menjadi 35 halaman) dan mutu isinya.
Jumlah tiras majalah ini diduga tinggi karena sasaran pembacanya tidak hanya untuk bangsa Indonesia, tetapi juga untuk bangsa Jepang. Hal itu, antara lain, terlihat dari adanya aksara Jepang (Katakana) di setiap halaman majalah ini. Besar kemungkinan teks yang ditulis dengan menggunakan aksara Jepang itu merupakan terjemahan, setidak-tidaknya ringkasan dari teks bahasa Indonesia yang dimuat di atasnya.
Semasa terbit majalah Djawa Baroe pernah berganti pimpinan. Mula-mula majalah ini dipimpin oleh H. Nomoera kemudian digantikan oleh S. Higashiguchi. Nama pemimpin itu dituliskan dalam sebuah kolom kecil berbentuk segi empat, bersama dengan harga majalah dan alamat penerbitnya. Meskipun dalam kolom kecil itu dituliskan nama pemimpin penerbit dan pemimpin pencetak, majalah Djawa Baroe tidak pernah secara tersurat mencantumkan nama anggota dewan redaksi. Selain itu, majalah ini juga tidak membuat daftar isi setiap terbitannya. Jika dilihat dari jenisnya, dapat dikatakan, sejak terbitan pertama majalah Djawa Baroe sudah menampakkan diri sebagai alat propaganda untuk meyakinkan bangsa Indonesia tentang kedatangan Jepang ke Indonesia. Kedatangan Jepang ke Indonesia dimaksudkan untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa Belanda dan untuk mengajak bangsa Indonesia menciptakan kemakmuran bersama di wilayah Asia. Usaha propaganda itu terungkap jelas dalam "pengantar" majalah Djawa Baroe yang berjudul "Tjita-Tjita Djawa Baroe" (Djawa Baroe, No. 1 Tahun 1943).
Dalam "pengantar" majalah ini dinyatakan bahwa Djawa Baroe merupakan perantara yang baik antara bangsa Indonesia dan Nippon. Djawa Baroe juga dijadikan alat untuk mencapai kemenangan dalam peperangan karena majalah ini mampu membangkitkan persaudaraan antara bangsa Nippon dan Indonesia. Djawa Baroe ingin mewujudkan kerja sama yang baik antara pihak Indonesia dan Nippon, yaitu antara staf surat kabar Djawa shinboen dan Asia-Raja. Pengantar ini ditutup dengan Hidoeplah "Djawa Baroe".
Usaha propaganda pemerintah Jepang melalui Djawa Baroe tampak lebih jelas jika disimak isinya. Pada dasarnya Djawa Baroe ini adalah majalah berita. Namun, berita-berita yang disajikan merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan dan kehebatan tentara Jepang di medan Perang Pasifik yang ketika itu sudah memasuki tahun ketiga. Untuk meyakinkan bahwa apa yang disampaikan merupakan kebenaran, majalah ini lebih banyak menyajikan gambar daripada teks. Tentu saja gambar tersebut merupakan gambar yang berkaitan dengan pemerintah Jepang. Teks-teks yang tercatat di bawah atau di samping--biasanya singkat sekali--merupakan keterangan seadanya tentang gambar itu. Kadang-kadang pemuatan gambar itu juga dilengkapi dengan serangkaian daftar kapal dan pesawat tempur pihak musuh yang berhasil ditenggelamkan atau ditembak jatuh pihak Jepang. Di samping gambar-gambar yang berkaitan dengan perang, majalah ini juga memuat gambar lain yang menginformasikan keadaan bangsa Indonesia di seluruh pelosok Jawa.
Majalah ini juga memuat teks yang maksud dan tujuannya sama dengan gambar yang sudah disebutkan di atas. Pada awal penerbitan, misalnya, majalah ini menyajikan teks mengenai sejumlah tokoh pergerakan Indonesia pada masa itu, seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, K.M. Mas Mansjur, dan Ki Hadjar Dewantara. Majalah ini juga memuat serangkaian tulisan tokoh yang isinya, antara lain, ajakan untuk membantu Jepang memenangi Perang Pasifik dan menciptakan kemakmuran bersama di wilayah Asia.
Karya sastra yang dimuat dalam majalah ini berbentuk cerita bersambung, cerita pendek, puisi, dongeng (cerita rakyat), esai, terjemahan, dan skenario. Cerita bersambung yang dimuat, misalnya, adalah (1) "Setinggi-tinggi Terbang Bangau" karya Andjar Asmara (Djawa Baroe, No. 1—7, Tahun 1943); (2) "Radio Masjarakat" karya Rosihan Anwar (Djawa Baroe, No. 16—19, Tahun 1943), dan (3) "Ranamanggala" karya Darmawidjaja (Djawa Baroe, No. 22--23, Tahun 1944).
Cerita pendek (cerpen) yang dimuat, antara lain, adalah (1) "Koerban Gadis" karya Winarno (Djawa Baroe, No. 8, Tahun 1943), (2) "Lajar Poetih" karya Usmar Isma'il (Djawa Baroe, No. 7, Tahun 1944), (3) "Tanda Bahagia" karya Bakri Siregar (Djawa Baroe, No. 7, Tahun 1944), dan (4) "Seboeah Bingkisan" karya A. Kartahadimadja (Djawa Baroe, No. 3, Tahun 1945).
Sajak yang dimuat, antara lain, adalah (1) "Ingat-ingat" karya St. P. Boestami (Djawa Baroe, No. 8, Tahun 1943); (2) "Oentoek Saudara" karya Rosihan A. (Djawa Baroe, No. 12, Tahun 1943); (3) "Zaman Baroe" karya Usmar Isma'il S.M.A. (Djawa Baroe, No. 17, Tahun 1943); (4) "Darah Moeda" karya Noersjamsoe (Djawa Baroe, No. 19, Tahun 1943); (5) "Bintang Merdeka" karya Armijn Pane (Djawa Baroe, No. 19, Tahun 1944); dan (16) "Waspada" karya S.D. Arifin (Djawa Baroe, No. 19, Tahun 1944).
Dongeng atau cerita rakyat yang dimuat, antara lain, adalah (1) "Dongeng Djoko Kendil" (anonim, Djawa Baroe, No. 12, Tahun 1944); (2) "Bawang Poetih Bawang Abang" (anonim, Djawa Baroe, No. 16, Tahun 1943), serta (3) "Sembadra dan Srikandi" (anonim, Djawa Baroe, No. 17, Tahun 1944). Selain menerbitkan karya sastra, Djawa Baroe juga menerbitkan esai yang berjudul "Bidal Nippon jang Bersamaan Artinja dengan Bidal Indonesia" karya St. Perang Boestami (Djawa Baroe, No. 1--24, Tahun 1943). Di samping itu, dimuat juga cerpen terjemahan, seperti (1) "Katjizo Kemedan Perang" karya Josihei Hino diterjemahkan oleh Rosihan Anwar (Djawa Baroe, No. 1, Tahun 1944); (2) "Di Tempat Asoehan Garoeda" karya Hoemio Niwa diterjemahkan oleh Rosi Tani (Djawa Baroe, No. 2, Tahun 1944), (3) "Batoe" karya Tetsoekitji Kawai diterjemahkan oleh Rositani (Djawa Baroe, No. 3, Tahun 1944), dan (4) "Peradjoerit Nogikoe" karya Kan Kikoentji diterjemahkan oleh Rositani (Djawa Baroe, No. 4, Tahun 1944). Djawa Baroe juga memuat skenario film berjudul "Kaigun (Angkatan Laoet)" karya Iwata Toyowo (Djawa Baroe, No. 11, Tahun 1944).
Jawa Baru juga pernah mengadakan "Sayembara Mengarang Cerpen" dengan tujuan untuk memperkaya kesusasteraan dan kesenian Indonesia pada masa perang. Dengan syarat, cerita terdiri atas empat jilid tamat dengan ditulis di atas kertas kwarto atau folio spasi rangkap. Hadiah cerpen I sebesar Rp100,00; hadiah II sebesar Rp50,00, dan hadiah III sebesar Rp30,00. Naskah dikirim langsung ke pusat dan diterima selambat-lambatnya pada tanggal 20 Februari 1943. Peserta dari daerah dapat mengirimkan naskahnya ke kantor pos terdekat di daerah masing-masing, kemudian petugas akan mengirim ke Jakarta atau ke alamat majalah "Hodoka", Jakarta dan diterima majalah Jawa Baru pada tanggal 10 Februari 1943. Cerpen yang berhasil menang dalam sayembara itu adalah sebagai berikut: (1) pemenang I cerpen berjudul "Tangan Mentjentjang Bahu Memikul" karya Muhammad Dimyati, peserta dari Solo ; (2) pemenang II cerpen berjudul "Dibawah Bayangan Jembatan" karya Hadisiswojo, peserta dari Jember; (3) pemenang III cerpen berjudul "Radio Masjarakat" karya Rosihan Anwar, peserta dari Jakarta.
Djawa Baroe tercatat di Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor katalog B:-2997, tetapi data majalah tidak tersimpan. Perpustakaan Dokumentasi H.B. Jassin Jakarta mengoleksi Djawa Baroe tahun 1943—1945.