Jong Sumatranen pertama kali terbit di Jakarta tahun 1918 dengan penanggung jawab dewan redaksi Amir dan penanggung jawab redaksi Roesli. Kantor redaksi majalah ini terletak di Stovia, Weltevreden (sekarang, Glodok).
Majalah ini didirikan dan diterbitkan oleh perkumpulan pemuda Sumatra atau Jong Sumatranen Bond dengan tujuan agar pemuda Sumatra atau pemuda yang berasal dari Sumatra aktif menuangkan buah pikiran dalam menyampaikan keindahan dan kekayaan Sumatra. Selain itu, majalah ini juga hadir sebagai reaksi hadirnya majalah-majalah yang terbit di Jawa, yang didirikan oleh Boedi Oetomo, Serikat Islam, Regenten Bond, dan Perserikatan Minahasa.
Jong Sumatranen sebagian besar berbahasa Belanda. Di dalamnya banyak dimuat artikel berbahasa Belanda meskipun isinya berbicara tentang Indonesia. Dalam setiap edisinya tidak lebih dari dua artikel yang berbahasa Indonesia (Melayu). Pengelola majalah ini sebagian besar orang Indonesia (pribumi) antara lain, Tengku Mansoer sebagai presiden, A. Moenir Na Soetan sebagai wakil presiden, Mohamad Anas sebagai sekretaris pertama, Amir sebagai sekretaris kedua, serta Marzoeki II, Latiep Penei, Zainoel Abidin, Merari Siregar, Ahmad Djonap, Hasan Siregar, dan Regen Sr. sebagai anggota.
Dari awal hingga terakhir terbitan dewan redaksi majalah ini tidak berubah. Namun, pemegang administrasinya mengalami beberapa perubahan. Mulai bulan Juni hingga November 1918 administrasi dipegang oleh Azir dan Soetan Assien. Selanjutnya, sejak Desember 1918 sampai dengan Juni 1920 administrasi dipegang oleh Bahder Djohan dan Djamaloedin. Mulai bulan Juni 1920 dewan redaksi bertambah, yaitu Boerhanoeddin, M. Hatta, Emma Jahja, Nazief, A. Hanafiah, dan Raihul Amar.
Jong Sumatranen tidak bersifat politik. Puisi yang berjudul "Jong Sumatranen Bond" karya M (1919) menyiratkan tujuan dan keinginan pemuda Sumatra untuk memperkuat tali persaudaraan di antara para pemuda Sumatra. Pemuda Sumatra diharapkan dapat mempelajari dan lebih mencintai adat istiadat Sumatra, kesenian, bahasa, dan sejarah. Hal tersebut terungkap dalam puisi sebagai berikut.
J | ong Sumatranen Bond namanja dia, |
O | entoek pemoeda anak Sumatra; |
N | ama terkenal soedahlah njata, |
G | oenanja dia djangan dikata. |
S | umatra koenoen namanja beban, |
U | ntoek dibawa kepadang kemadjoean; |
M | enjerang soengai serta laoetan, |
A | ir jang dangkal mendjadi aroengan. |
T | ali persekoetoean soedah terentang, |
R | otan pengikat bertambah tegang; |
A | lamat Sumatra berhati girang, |
N | ama jang baik disebut orang. |
E | lok toedjoean djangan dikira, |
N | iat chianat hilang belaka; |
B | oeh pikiran satoe semoea; |
O | moemlah soedah tjita-tjita. |
N | iat ditoedjoe bersama-sama; |
D | emikianlah maksoed setia Sumatra. |
Sasaran pembaca Jong Sumatranen ialah kelompok masyarakat menengah ke atas. Majalah ini tidak memuat iklan apa pun. Harga langganan majalah ini adalah f 3 per tahun, f 1 per empat bulan (pada awal terbit). Harga majalah ini berubah setiap tahun. Pada akhir tahun 1921 harga majalah ini menjadi f 5 per tahun, f 3 per enam bulan, dan f 1,50 per tiga bulan.
Karya sastra yang dimuat dalam Jong Sumatranen pada umumnya berbentuk puisi, antara lain "Ratap Tangis Pulau Emas" karya Abdullah; "Mimpiku", "O, Nasibku", "Tengah Malam" karya Balimbiang; "O, Kekasihku!" karya Boelan Emas, "Tanah Airku" karya BS, "Beranta Indera" karya M. Hatta; "Jong Sumatranen Bond" karya M; "Selamat Hari Raya 'Aidilfitri" karya Mas Moeda; "O, Adikku!", "Surat Anak kepada Orang Tuanya", "Surat kepada Anaknya" karya NN; "Tanah Airku" karya Sanoesi Pane; "Tanah Bicara" karya Sentot; "Tanah Air", "Asyik", "Awan", "Bahasa, Bangsa", "Bercerai", "Cinta", "Cita-Cita", "Gamelan"; "Gembala", "Gita Gembala", "Gubahan", "Ibarat", "Keluhan", "Kemegahan", "Kenangan", "Niat", "Pagi-Pagi", "Perasaan", "Permintaan", dan "Tenang" karya Muhammad Yamin.