Di Atas Puing-Puing merupakan novel karya Th. Sri Rahayu Prihatmi yang mendapat rekomendasi dari Dewan Juri Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1976 sebagai karangan yang layak diterbitkan. Novel itu pertama kali diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada tahun 1978.
Novel itu mengisahkan kehidupan rumah tangga Hardi dan Arini. Mereka menikah secara agama Katolik dan telah berumah tangga selama sembilan tahun, serta dikaruniai tiga orang anak.
Pada suatu waktu Hardi jatuh cinta kepada muridnya dan menikahinya. Meskipun Arini menyadari bahwa hukum gereja mengharuskan ia setia dan melarang perceraian, sakit hati dan keinginan untuk membalas dendam kepada Hardi membuatnya memutuskan untuk hidup bersama dengan Hendra, mantan kekasihnya, di Jakarta.
Pada suatu saat Arini mendengar kabar bahwa anak hasil pernikahannya dengan Hardi, sakit keras. Ia pun pulang ke Yogya dan merawat anaknya. Setelah anaknya sembuh, Arini kembali ke Jakarta dan menikah secara resmi dengan Hendra. Mereka hidup bahagia dan dikaruniai seorang anak. Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena Hendra tewas dalam suatu kecelakaan pesawat terbang. Sepeninggal Hendra, Arini tidak mau kembali kepada Hardi yang secara hukum masih suaminya karena mereka belum bercerai, Arini memilih untuk tetap tinggal di Jakarta.
Tema novel itu mengangkat dinamika pernikahan, bagaimana hukum pernikahan berhadapan dengan kenyataan dalam kehidupan manusia. Di dalam dunia sastra Indonesia novel itu cukup banyak mendapat perhatian. Hal ini terbukti dengan adanya tanggapan dari kritikus dan penggiat sastra berikut ini.
Pamusuk Eneste (1982) berpendapat, bahwa kedudukan perempuan di Indonesia masih pada posisi yang lemah sehingga hanya para suami saja yang boleh "main serong", sedangkan para istri tidak boleh membagi cinta pada laki-laki lain yang bukan suaminya.
Jakob Sumardjo (1983) menilai bahwa novel itu menunjukkan kecerdasan pengarangnya dalam melihat masalah-masalah yang rumit. Namun, pembaca awam dipaksa untuk berkonsentrasi keras dalam mengikuti jalan ceritanya. Dari segi teknis, tampak jelas sekali bahwa Prihatmi sangat cermat dalam menyusun cerita. Segalanya tampak sangat diperhitungkan dari segi teori fiksi.
Maman S. Mahayana (1992) mengatakan, bahwa novel Di Atas Puing-Puing ini cukup rumit bentuknya mengingat adanya catatan harian yang justru merupakan salah satu bagian penting dalam keseluruhan cerita berbingkai itu.