Dewi Rimba merupakan novel yang ditulis oleh dua orang sastrawan, yaitu M. Dahlan Idris dan Nur Sutan Iskandar. Novel itu diterbitkan pertama kali pada tahun 1935 oleh Balai Pustaka, Jakarta. Cetakan kedua diterbitkan pada tahun 1979 oleh Proyek Penerbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia dan Daerah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Dewi Rimba mengisahkan percintaan antara Umar dan Sariah. Keduanya berjanji saling setia dan tidak akan menikah dengan orang lain. Namun, cinta kedua orang itu terhalang oleh keluarga masing-masing. Mereka telah dijodohkan dengan orang lain. Walaupun demikian, cinta yang tumbuh di antara kedua orang itu tetap kokoh.
Ketika Sariah dibawa keluarga ke tempat suaminya, terjadi kecelakaan dalam perjalanan. Kemudian, Sariah ditawan oleh orang-orang bunian yang berkuasa di sekiar tempat kecelakaan. Menurut kebiasaan orang bunian, jika orang lahir bertepatan dengan saat gung orang bunian dibunyikan, orang itu harus menggantikan takhta Dewi Rimba. Oleh karena itu, Sariah pun menjelma menjadi orang bunian untuk menggantikan takhta Dewi Rimba karena ia lahir bertepatan ketika gung orang-orang bunian berbunyi.
Umar yang juga dijodohkan oleh keluarganya tidak menemukan kebahagiaan. Ketika mengetahui Sariah mengalami kecelakaan, Umar datang ke tempat kejadian. Namun, di tempat terjadinya kecelakaan ia hanya menemukan bayang-bayang Sariah yang dicintainya kemudian bayang-bayang hilang ditelan rimba. Niat suci Umar dan Sariah untuk saling setia dan membina rumah tangga pada akhirnya tidak terwujud.
Novel Dewi Rimba tergolong karya sastra pengarang angkatan Balai Pustaka. Hal yang menarik dalam novel itu adalah pandangan pengarang tentang kawin paksa yang dikaitkan dengan keberadaan makhluk halus. Di dalam pendahuluan novel, pengarang mengatakan bahwa cerita Dewi Rimba agak berbeda dengan novel-novel lainnya karena tidak melukiskan pergaulan hidup manusia biasa. Pergaulan hidup itu dihubungkan dengan kepercayaan yang lazim terdapat di tanah Sumatra, di antaranya kepercayaan terhadap kehadiran makhluk halus yang lazim disebut orang bunian.
A Teeuw (1980) dalam buku Sastra Baru Indonesia I menyatakan, bahwa Dewi Rimba karya M.Dahlan Idris merupakan salah satu roman yang ditawarkan kepada Balai Pustaka, kemudian diedit oleh Nur St. Iskandar. Kisahnya agak konvensional, yaitu dua orang pemuda yang jalinan cintanya diputuskan oleh ibu dan bapaknya. Hal yang menarik justru terungkap melalui alur dengan peranan penting yang dimainkan oleh kuasa–kuasa gaib, yaitu kuasa orang bunian yang mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan perselisihan di antara manusia. Si gadis mati tenggelam untuk memungkinkan ia diumumkan menjadi dewi baru bagi hantu-hantu hutan (orang bunian) dan si bujang menjadi gila sehingga terbebas dari kawin paksa. Sementara itu, Ajip Rosidi (1976) dalam Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia mengatakan bahwa novel Dewi Rimba sangat menarik karena isinya menceritakan tentang seorang anak muda yang gadisnya dilarikan orang bunian (siluman) di kawasan Sumatra Selatan.