Dari Hari ke Hari merupakan judul novel karya Mahbub Djunaidi yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1975 oleh Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. Sebelum terbit, naskah novel itu pernah mendapat hadiah Sayembara Mengarang Roman yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1974. Novel setebal 148 itu, menceritakan tentang pengalaman suatu keluarga di pengungsian pada tahun 1946—1948. Di dalam buku itu, mempunyai lima bagian cerita yang diberi judul "Jendela Tiada Berkaca", "Pohon Jambu yang Rimbun", "Kemarau", "Cintanya pada Kota", dan "Dari Hari ke Hari".
Dalam suatu ceramah di TIM ("Dunia Sastra bagi Saya"), Mahbub Djunaidi mengakui bahwa karya novelnya ini merupakan novel otobiografi. Peran-peran di dalam naskah drama tersebut adalah ia (Mahbub Djunaedi dan keluarganya). Novel yang berlatar revolusi fisik dengan lokasi Jakarta—Solo—Yogya itu ditulis berdasarkan pengalaman Mahbub Djunaidi ketika masih berusia belasan tahun dan dituturkan secara kronologis.
Beberapa kritikan dan sanjungan langsung dilayangkan oleh para kritikus menyambut hadirnya novel perdana (dan satu-satunya) Mahbub Djunaidi yang lebih dikenal sebagai wartawan dan politikus daripada sastrawan itu. Jakob Sumardjo dalam surat kabar Pikiran Rakyat, Rabu, 3 Desember 1975 dengan tulisannya "Dari Hari ke Hari Karya H. Mahbub Djunaidi" menilai "Mark Twain, misalnya, dalam novel-novel remajanya yang tersohor seperti Huckleberry Finn dan Tom Sawyer juga menceritakan banyak kisah petualangan yang dialami tokoh utama, tetapi ada plot yang membentuk suatu pola, sedangkan dalam novel Dari Hari ke Hari segala kejadian dan pengalaman yang dialami si bocah tertumpuk begitu saja. Namun, beberapa ungkapannya cocok untuk seorang anak dengan kadar intelek tertentu sehingga pembaca dibuatnya tersenyum pada waktu membaca. Gaya humornya sebagai kolumnis inilah yang menolong buku Mahbub harus dibaca habis."
Korrie Layun Rampan dalam tulisannya "Roman Haji Mahbub Djunaidi" yang dimuat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat, Rabu, 17 Desember 1975 menyatakan, "... walau roman ini tidak sekuat roman-roman revolusi Pram, Dr. Zhivago-nya Boris Pasternak, atau The Female-nya Paul I. Wellman, inilah roman otobiografi-sejarah dengan nilai literer yang cukup dan satu hal yang patut kita puji, Mahbub tak sedikit pun memasukkan unsur-unsur erotisme sebagai bumbu dan pelumas, tetapi ceritanya dapat memikat dari awal hingga akhir."
Sementara itu, Indra Gunawan yang meresensi novel Mahbub Djunaidi ini dalam surat kabar Kompas, Selasa, 13 Januari 1976 ("Kenangan Seorang Anak Tanggung") menyimpulkan bahwa hadiah hiburan untuk novel Dari Hari ke Hari ini (dalam Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta) sudah cukup pantas buat novel yang tidak luar biasa ini.
Pamusuk Eneste (1982) mengatakan novel ini merupakan cerita masa kecil Mahbub Djunaedi. Dari sekian banyak peristiwa maupun pengalaman masa kecil rupanya Mahbub amat terkesan akan pengungsian keluarganya dari Jakarta ke Solo.