Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi merupakan kumpulan cerpen karya Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Subentra Citra Pustaka, Jakarta, tahun 1995. Tebal kumpulan cerpen ini 132 halaman. Ilustrasi kulit luar buku ialah siluet seorang wanita yang sedang mandi dengan bibir perempuan yang merah dan merekah. Cetakan ke-3 edisi II April 2006 diterbitkan Galang Press, Jakarta. Kumpulan cerpen ini pernah mendapat penghargaan Hadiah Sastra Asia Tenggara (South East Asia Write Award) dan menghantarkan pengarangnya berkunjung ke negeri Thailand untuk menerima penghargaan dari Putra Mahkota Kerajaan Thailand, Maha Vajiralongkorn, pada tanggal 26 September 1997.
Kumpulan cerpen ini memuat dua belas cerpen Seno yang keseluruhannya sudah pernah dimuat di harian Kompas, Suara Pembaruan, dan Mode. Cerpen-cerpen yang termuat dalam buku itu, antara lain, (1) "Duduk di Tepi Sungai", (2) "Bibir yang merah, Basah, dan Setengah Terbuka", (3) "Bayang-bayang Elektra", (4) "Mestikah Kuiris Telingaku Seperti Van Gogh?", (5) "Duduk di Depan Jendela, (6) "Kriiiingngng!!!, (7) "Lembada", (8) "Guru Sufi Lewat", (9) "Midnight Express", (10) "Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi", (11) "Segitiga Emas", dan (12) "Sebuah Wanita di Sebuah Loteng".
Cerpen "Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi" menceritakan keresahan sebagian penduduk suatu kampung, terutama ibu-ibu. Mereka merasa terganggu dengan kehadiran wanita muda di kampung mereka karena sejak kedatangan wanita muda itu, suami-suami mereka menjadi dingin di tempat tidur. Hal itu disebabkan oleh suami-suami mereka yang senang mengintip wanita muda itu mandi. Deburan air dan senandungan wanita muda itu menimbulkan imajinasi macam-macam pada lelaki di kampung itu. Bahkan, mereka bisa mencapai orgasme hanya mendengar senandungan wanita muda itu. Tentu saja hal ini dapat mengancam keutuhan rumah tangga mereka.
Akhirnya, ibu-ibu beramai-ramai berunjuk rasa kepada Pak RT. Mereka menginginkan wanita muda itu ke luar dari kampung mereka. Pak RT ditemani Bu Soleha menemui wanita muda itu. Mereka mengutarakan maksud kedatangannya. Wanita muda itu maklum dan ia berjanji tidak akan menyanyi lagi di kamar mandi. Ternyata, usaha Pak RT itu belum memuaskan hati para ibu-ibu. Mereka tetap protes kepada Pak RT karena suami mereka masih suka membayangkan tubuh wanita muda itu ketika mendengar deburan air di kamar mandi. Sekali lagi Pak RT menemui wanita muda itu dan dengan berat hati menjelaskan kedatangannya kembali. Akhirnya, wanita muda itu memutuskan untuk meninggalkan kampung itu, meskipun sebenarnya ia tidak bersalah. Ternyata, kepindahan wanita muda tidak menghilangkan imajinasi para lelaki kampung. Mereka tetap membayangkan wanita muda yang sedang mandi. Agar tidak terjadi keresahan, Pak RT mengajak ibu-ibu mendirikan fitness centre. Tujuannya adala agar ibu-ibu dapat membahagiakan suaminya di tempat tidur.
Pengarang cerpen ini ingin menujukkan kepada khalayak pembacanya bahwa kejadian seperti itu dapat terjadi di lingkungan kita, terutama di pemukiman yang padat penduduknya. Seno ingin mengangkat potret kehidupan yang terjadi di pemukiman itu. Kejadian yang kelihatannya sepele dapat menjadi keresahan sosial suatu kampung karena kemungkinan orang untuk berinteraksi sangat besar.
Selanjutnya dalam cerpen "Bayang-bayang Elektra", dengan gayanya yang khas Seno mengajak kita mencari bayang-bayang Elektra yang hilang. Pencarian itu dimulai dari Blok M, Bundaran HI sampai di dalam WC, tempat para intelektual melakukan onani. Elektra tetap tak menemukan bayang-bayang yang hilang. Paginya, seluruh penghuni kota kehilangan bayang-bayang. Mereka protes, mereka hanya sekali-sekali saja melupakan hati nurani. Cerpen "Segitiga Emas" mengetengahkan kerakusan manusia yang ingin menguasai lahan di segitiga emas.
Kumpulan cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi dalam perkembangan Kesusastraan Indonesia Modern memperoleh sambutan dan tanggapan, seperti Tommy F. Awuy (1998) mengatakan bahwa cerpen Seno yang berjudul Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi sangat menarik dan berkesan. Pernyataan itu berdasarkan pada karya-karya Seno yang sangat imajinatif, dengan begitu tajam dan meyakinkan menampilkan permainan antara dunia tak berhingga dan dunia realita empirik. Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi merupakan salah satu contoh masalah imajinasi menjadi hal yang eksistensial dan di lain pihak menjadi problem sosial ketika imajinasi itu mengganggu ketertiban bermasyarakat.
Ries (1995) menyebut kumpulan cerpen Seno yang berjudul Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi tampil lebih ringan. Persoalan-persoalan yang diangkat tidak terlalu rumit dibandingkan dengan cerpen sebelumnya yang berjudul Saksi Mata. Walaupun tampil ringan, topik-topik yang diangkat selalu menarik.
Rismudji (1995) berkomentar bahwa cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi yang menjadi sampul buku merupakan klimaks atas cerpen-cerpen yang lainnya. Seno berhasil menampilkan kelincahannya memainkan konflik. Imaji seolah-olah menjadi bentuk konkret yang mampu melintangpukangkan tatanan sosial di sebuah lingkungan. Lingkungan resah hanya karena suara resluiting dan deburan air di bak ketika seorang wanita mandi sambil bernyanyi.