Gedono-Gedini merupakan kumpulan cerpen karya Satyagraha Hoerip. Kumpulan cerpen ini diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1990. Cetakan ke-2 tahun 1993. Sebagian besar cerpen Satyagraha Hoerip bernada protes sosial yang menyampaikan amanat penderitaan rakyat yang tertindas, misalnya petani yang harus melepaskan sawahnya dibeli murah dan becak untuk pencari nafkahnya dirampas. Selain itu, ada juga suara antikorupsi dan manipulasi dalam cerpen-cerpen Satyagraha Hoerip. Dalam kumpulan cerpen Gedono-Gedini pengarang tampak sangat memihak rakyat jelata. Tokoh cerita yang ada dalam kumpulan cerpen itu mengisahkan orang-orang pinggiran dan mereka yang tidak kebagian peruntungan yang baik di dalam kehidupan.
Kumpulan cerpen Gedono-Gedini terdiri atas 16 cerpen, yakni (1) "Gedono-Gedini"; (2) "Drs. Angling Darmo"; (3) "Bulan Purnama, Madu dan Racun"; (4) "Suatu Sore, Sebelum Tahun 2000"; (5) "Sebuah Bintang Melayang Sirna"; (6) "Pamanku dan Burung-Burungnya"; (7) "Suatu Hari Jumat"; (8) "Ibuuuu!"; (9) "Dokter Kristina Matinez; (10) "Mantan"; (11) "Sadermo dan Harsi"; (12) "Di Luar Rencana"; (13) "Natal di Iowa City"; (14) "Jenderal"; (15) "Pak Somo Tetangga Kami"; dan (16) "Surat Kepada Gubernur".
Cerpen "Gedono-Gedini" termasuk cerpen yang cenderung romantis. Tokoh utamanya, Srihardini, janda dokter dari Bali yang gugur di Timor Leste. Ia menginap di hotel berbintang di Paris. Kebetulan saat itu Srihardini bertemu dengan Kunhardono, kekasihnya sewaktu di SMP—SMA, pelarian sisa Lekra yang sesudah diusir dari RRC dan Rusia, kemudian mengembara ke Eropa Barat.
Subagio Sastrowardoyo dalam artikel berjudul "Nasib Orang Pinggiran" dalam majalah Tempo, No. 5, tahun XXI, 30 Maret 1991 menjelaskan, bahwa pengarang telah keluar-masuk desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebelum menghasilkan cerpen-cerpennya. Usaha itu dilakukan bukan saja untuk memperoleh bahan pengalaman dalam bercerita, juga untuk menghayati sedalam-dalamnya kehidupan penduduk yang berada di lapisan bawah.
Korrie Layun Rampan dalam artikelnya berjudul "Wanita-Wanita di dalam Cerita" yang termuat dalam Majalah Sarinah, No. 232, 12—15 Agustus 1991 menjelaskan, bahwa cerpen-cerpen Satyagraha Hoerip bersifat sosial dan kemasyarakatan, misalnya (1) masalah moral, membenturkan antara yang baik dan yang buruk, mereka yang baik akan tetap baik tidak larut dengan arus zaman; (2) pembelaan penulis kepada orang lemah sangat kentara; penulis menggambarkan pembelaannya kepada orang kecil, lemah, dan papa.
Bagi Satyagraha Hoerip, kehadiran cerpen di surat kabar dan majalah, antara lain, untuk dinikmati, kemudian direnungi, dan disimpan sebagai pengalaman batin bagi pembacanya. Beberapa cerpen Satyagraha telah diterjemahkan dalam bahasa asing, antara lain, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Inggris.