• Halaman Beranda

  • Data Referensi Kebahasaan dan Kesastraan

  • Ahli Bahasa

    Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)

    Bahasa Daerah Di Indonesia

    Duta Bahasa

    KBBI

    Penelitian Bahasa

    Registrasi Bahasa

    UKBI

    Indeks Pemanfaatan Bahasa Daerah

    Indeks Kemahiran Berbahasa

    Revitalisasi Bahasa Daerah

  • Gejala Sastra

    Hadiah/Sayembara Sastra

    Karya Sastra

    Lembaga Sastra

    Media Penyebar/Penerbit Sastra

    Pengarang Sastra

    Penelitian Sastra

    Registrasi Sastra Cetak

    Registrasi Sastra Lisan

    Registrasi Manuskrip

  • Pencarian lanjut berdasarkan kategori kebahasaan dan kesastraan

  • Statistik

  • Info

 
 
Gedono-Gedini   (1990)
Kategori: Karya Sastra

 

Gedono-Gedini merupakan kumpulan cerpen karya Satyagraha Hoerip. Kumpulan cerpen ini diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1990. Cetakan ke-2 tahun 1993. Sebagian besar cerpen Satyagraha Hoerip bernada protes sosial yang menyampaikan amanat penderitaan rakyat yang tertindas, misalnya petani yang harus melepaskan sawahnya dibeli murah dan becak untuk pencari nafkahnya dirampas. Selain itu, ada juga suara antikorupsi dan manipulasi dalam cerpen-cerpen Satyagraha Hoerip. Dalam kumpulan cerpen Gedono-Gedini pengarang tampak sangat memihak rakyat jelata. Tokoh cerita yang ada dalam kumpulan cerpen itu mengisahkan orang-orang pinggiran dan mereka yang tidak kebagian peruntungan yang baik di dalam kehidupan.

Kumpulan cerpen Gedono-Gedini terdiri atas 16 cerpen, yakni (1) "Gedono-Gedini"; (2) "Drs. Angling Darmo"; (3) "Bulan Purnama, Madu dan Racun"; (4) "Suatu Sore, Sebelum Tahun 2000"; (5) "Sebuah Bintang Melayang Sirna"; (6) "Pamanku dan Burung-Burungnya"; (7) "Suatu Hari Jumat"; (8) "Ibuuuu!"; (9) "Dokter Kristina Matinez; (10) "Mantan"; (11) "Sadermo dan Harsi"; (12) "Di Luar Rencana"; (13) "Natal di Iowa City"; (14) "Jenderal"; (15) "Pak Somo Tetangga Kami"; dan (16) "Surat Kepada Gubernur".

Cerpen "Gedono-Gedini" termasuk cerpen yang cenderung romantis. Tokoh utamanya, Srihardini, janda dokter dari Bali yang gugur di Timor Leste. Ia menginap di hotel berbintang di Paris. Kebetulan saat itu Srihardini bertemu dengan Kunhardono, kekasihnya sewaktu di SMP—SMA, pelarian sisa Lekra yang sesudah diusir dari RRC dan Rusia, kemudian mengembara ke Eropa Barat.

Subagio Sastrowardoyo dalam artikel berjudul "Nasib Orang Pinggiran" dalam majalah Tempo, No. 5, tahun XXI, 30 Maret 1991 menjelaskan, bahwa pengarang telah keluar-masuk desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebelum menghasilkan cerpen-cerpennya. Usaha itu dilakukan bukan saja untuk memperoleh bahan pengalaman dalam bercerita, juga untuk menghayati sedalam-dalamnya kehidupan penduduk yang berada di lapisan bawah.

Korrie Layun Rampan dalam artikelnya berjudul "Wanita-Wanita di dalam Cerita" yang termuat dalam Majalah Sarinah, No. 232, 12—15 Agustus 1991 menjelaskan, bahwa cerpen-cerpen Satyagraha Hoerip bersifat sosial dan kemasyarakatan, misalnya (1) masalah moral, membenturkan antara yang baik dan yang buruk, mereka yang baik akan tetap baik tidak larut dengan arus zaman; (2) pembelaan penulis kepada orang lemah sangat kentara; penulis menggambarkan pembelaannya kepada orang kecil, lemah, dan papa.

Bagi Satyagraha Hoerip, kehadiran cerpen di surat kabar dan majalah, antara lain, untuk dinikmati, kemudian direnungi, dan disimpan sebagai pengalaman batin bagi pembacanya. Beberapa cerpen Satyagraha telah diterjemahkan dalam bahasa asing, antara lain, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Inggris.

 
PENCARIAN TERKAIT
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
 
Gedono-Gedini   (1990)
Kategori: Karya Sastra

 

Gedono-Gedini merupakan kumpulan cerpen karya Satyagraha Hoerip. Kumpulan cerpen ini diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1990. Cetakan ke-2 tahun 1993. Sebagian besar cerpen Satyagraha Hoerip bernada protes sosial yang menyampaikan amanat penderitaan rakyat yang tertindas, misalnya petani yang harus melepaskan sawahnya dibeli murah dan becak untuk pencari nafkahnya dirampas. Selain itu, ada juga suara antikorupsi dan manipulasi dalam cerpen-cerpen Satyagraha Hoerip. Dalam kumpulan cerpen Gedono-Gedini pengarang tampak sangat memihak rakyat jelata. Tokoh cerita yang ada dalam kumpulan cerpen itu mengisahkan orang-orang pinggiran dan mereka yang tidak kebagian peruntungan yang baik di dalam kehidupan.

Kumpulan cerpen Gedono-Gedini terdiri atas 16 cerpen, yakni (1) "Gedono-Gedini"; (2) "Drs. Angling Darmo"; (3) "Bulan Purnama, Madu dan Racun"; (4) "Suatu Sore, Sebelum Tahun 2000"; (5) "Sebuah Bintang Melayang Sirna"; (6) "Pamanku dan Burung-Burungnya"; (7) "Suatu Hari Jumat"; (8) "Ibuuuu!"; (9) "Dokter Kristina Matinez; (10) "Mantan"; (11) "Sadermo dan Harsi"; (12) "Di Luar Rencana"; (13) "Natal di Iowa City"; (14) "Jenderal"; (15) "Pak Somo Tetangga Kami"; dan (16) "Surat Kepada Gubernur".

Cerpen "Gedono-Gedini" termasuk cerpen yang cenderung romantis. Tokoh utamanya, Srihardini, janda dokter dari Bali yang gugur di Timor Leste. Ia menginap di hotel berbintang di Paris. Kebetulan saat itu Srihardini bertemu dengan Kunhardono, kekasihnya sewaktu di SMP—SMA, pelarian sisa Lekra yang sesudah diusir dari RRC dan Rusia, kemudian mengembara ke Eropa Barat.

Subagio Sastrowardoyo dalam artikel berjudul "Nasib Orang Pinggiran" dalam majalah Tempo, No. 5, tahun XXI, 30 Maret 1991 menjelaskan, bahwa pengarang telah keluar-masuk desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebelum menghasilkan cerpen-cerpennya. Usaha itu dilakukan bukan saja untuk memperoleh bahan pengalaman dalam bercerita, juga untuk menghayati sedalam-dalamnya kehidupan penduduk yang berada di lapisan bawah.

Korrie Layun Rampan dalam artikelnya berjudul "Wanita-Wanita di dalam Cerita" yang termuat dalam Majalah Sarinah, No. 232, 12—15 Agustus 1991 menjelaskan, bahwa cerpen-cerpen Satyagraha Hoerip bersifat sosial dan kemasyarakatan, misalnya (1) masalah moral, membenturkan antara yang baik dan yang buruk, mereka yang baik akan tetap baik tidak larut dengan arus zaman; (2) pembelaan penulis kepada orang lemah sangat kentara; penulis menggambarkan pembelaannya kepada orang kecil, lemah, dan papa.

Bagi Satyagraha Hoerip, kehadiran cerpen di surat kabar dan majalah, antara lain, untuk dinikmati, kemudian direnungi, dan disimpan sebagai pengalaman batin bagi pembacanya. Beberapa cerpen Satyagraha telah diterjemahkan dalam bahasa asing, antara lain, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Inggris.

 
PENCARIAN TERKAIT
 
 
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa