Godlob merupakan buku kumpulan cerita pendek karya Danarto yang pertama kali diterbitkan oleh rombongan "Dongeng dari Dirah" pada tahun 1974. Pada kulit dalam tertulis Godlob: 9 Cerita Pendek. Namun, pada bagian dalam kulit tertulis "diterbitkan pada Agustus 1975". Gambar kulit buku itu dikerjakan sendiri oleh pengarangnya. Kemudian, buku tersebut dicetak ulang oleh penerbit Pustaka Utama Grafiti, Jakarta pada tahun 1987. Pada tahun itu pula cetakan ke-3 diterbitkan lagi oleh penerbit dan percetakan yang sama, Grafiti, Jakarta.
Judul buku kumpulan cerita pendek itu diambil dari salah satu cerita pendek yang ada di dalamnya, yaitu "Godlob". Cerita pendek lainnya berjudul visual berupa gambar jantung terpanah tanpa kata-kata, "Sandiwara atas Sandiwara", "Kecubung Pengasihan", "Armagedon", "Nostalgia", "Labyrinth", "Asmaradana", dan "Abracadabra".
Tema kesembilan cerita pendek itu berbeda-beda. Akan tetapi, pada dasarnya semua cerita itu membawakan suasana mistis yang menjadi semacam ikatan tematiknya. Cerita pertama berjudul "Godlob" melukiskan keadaan medan perang setelah selesai peperangan sebagai akibat kuasa nafsu atas diri manusia. Dalam cepen itu dilukiskan mayat-mayat prajurit bergelimpangan dengan senjata-senjata yang membunuh mereka. Temanya dikembangkan melalui dialog antara seorang laki-laki tua dan anaknya yang terluka parah di medan perang. Teknik seperti itu juga terdapat dalam cerita pendeknya yang kedua. Judul cerita kedua ini tidak bernama, tetapi bergambar jantung terpanah. Isinya adalah kerinduan seorang tokoh yang bernama Rintrik kepada sang penciptanya.
Cerita ketiga berjudul "Sandiwara atas Sandiwara". Walaupun mengisahkan anggota rombongan pemain sandiwara yang bersitegang dengan penontonnya, cerita pendek itu juga diwarnai oleh kritik pedas terhadap pemerintah yang sudah tidak mereka percayai lagi kejujurannya. Teknik penyajiannya dilakukan dengan dialog yang padat.
"Kecubung Pengasihan" merupakan cerita keempat, mengisahkan tokoh perempuan kamil yang penuh kesabaran walaupun hidup menderita sampai akhir hayatnya. Dalam cerita "Kecubung Pengasihan" itu terdapat dialog antara tokoh perempuan dan bunga-bunga sebagai bentuk personifikasi.
Cerita kelima, "Armagedon" menceritakan godaan makhluk jahat "bekakrakan" yang berwujud bayangan gelap terhadap orang yang menyendiri.
"Nostalgia" merupakan cerita keenam, pengarang melukiskan pertempuran antara Pandawa dan Kurawa, bagian dari cerita Mahabarata. Dalam cerita dikisahkan bahwa Abimanyu menjadi senopati perang Pandawa yang gugur di medan perang dengan penuh anak panah di tubuhnya. Ibunya menangisinya. Akan tetapi, sebaliknya, Abimanyu ingin pulang ke kampung halamannya karena rindu akan tempat yang ditinggalkannya.
Cerita ketujuh, "Labyrinth", menyajikan tokoh Ahasveros yang disingkirkan oleh orang-orang di sekitarnya yang dianggap telah berdosa kepada Jesus Kristus karena ia tidak mau membukakan pintu dan memberi minum. Ketika Jesus datang ke rumahnya, ia kemudian dikutuk hingga berputus asa. Ia sangat kecewa sehingga bermaksud bunuh diri.
Cerita berikutnya, "Asmaradana", berisi peristiwa-peristiwa yang dialami dan dilakukan oleh tokoh Salome, anak tiri Raja Herodes, dan ibunya Herodiah dalam cerita itu. Keinginan Salome ini sampai akhir cerita tidak tercapai walaupun segala upaya telah dilakukan, seperti pembunuhan massal, dan pemenggalan kepala Yahya Pembaptis, utusan yang paling disayangi Tuhan. Perbuatan-perbuatan itu sangat terkutuk dan Allah pasti menghukumnya. Akan tetapi, justru hukuman itulah yang didambakan Salome agar Tuhan turun dan menampakkan diri kepadanya. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi sampai akhirnya Salome mengakui kekalahannya.
"Abracadabra" merupakan cerita kesembilan, mengisahkan tentang pengalaman dunia nyata dan pengalaman supranatural yang dialami tokoh Hamlet.
Siti Sundari (1985) menyatakan bahwa pada umumnya tema-tema cerita pendek Danarto ini agak sulit dipahami kecuali dengan bekal pandangan kebudayaan Jawa mengenai kehidupan dan alam semesta, khususnya dunia kebatinan atau mistik Jawa, sesuai dengan pengakuan Danarto. Akan tetapi, menurut Prof. Teeuw (1983), pesan dalam cerita-cerita Danarto itu sederhana, yaitu kemurnian. Menurut Teeuw, cerita-cerita Danarto luar biasa menarik dan merupakan suatu corak pembaharuan dalam sastra Indonesia. Cerpen-cerpen Danarto itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling dengan judul Abracadabra dan diterbitkan di Singapura tahun 1978.