Karmila, novel karya Marga T. yang terbit pertama kali pada tahun 1970. Novel itu semula terbit sebagai buku dengan judul Karmila I dan Karmila II yang dicetak oleh Gramedia, Jakarta. Dengan jumlah halaman 342. Novel itu merupakan sebuah novel yang pernah dimuat sebagai cerita bersambung dalam harian Kompas dan mendapat sambutan hangat dari pembaca pada tahun 1970-an. Respon pembaca terlihat melalui Surat Pembaca yang mengusulkan agar cerita bersambung itu dibukukan.
Novel Karmila kemudian dijadikan film layar lebar pada tanggal 1 Oktober 1973 dengan pemutaran pertama di seluruh bioskop Jakarta. Munculnya film Karmila itu merupakan titik terang bagi kebangkitan kembali film Indonesia. Film itu disutradarai oleh Ami Priyono dengan pemain Muriani Budiman sebagai Karmila, Awang Darmawan, Umar Kayam, H. Rosihan Anwar, Poernomo (Mang Udel), dan Nany Wijaya.
novel Karmila mengisahkan seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran, Karmila yang diperkosa dalam suatu pesta. Akibatnya seluruh rencana hidup Karmila menjadi kacau balau. Sementara itu, ia juga sudah memiliki tunangan yang masih tetap mencintainya. Pada akhir cerita ditampilkan Ketegaran Karmila dalam menyelesaikan problem hidup dengan bimbingan jiwa dan naluri kewanitaannya.
Beberapa penulis memberikan tanggapan tentang novel Karmila, misalnya Joko Sulistyo (1974) mengatakan, bahwa ia merasa "betah" membaca Karmila karena dengan materi yang biasa dan sederhana penggarapannya dapat "memikat" para pembaca. Karya Marga. T. dapat digolongkan dalam kategori "sastra remaja" dengan penggemar anak muda dan ibu-ibu. Selain itu, menurut Joko Sulistyo, dalam novel itu, kita temui tokoh yang memang ada dalam gambaran manusia masa kini. Krisis moral dapat kita temui dalam novel Karmila dan Marga T. menggambarkan apa adanya tanpa ada argumentasi yang rumit. Itulah yang membuat orang terpikat.
Ima Suwandi menulis kesan atas Karmila yang dimuat di Kompas 7 Juli 1977 adalah secara keseluruhan cerita dan penyampaian bahasanya lancar. Kata teknis kedokteran membuat intim suasana. Hal itu sebagai bukti, bahwa penulisnya menguasai bidangnya dengan baik.
Kedudukan Karmila dalam perkembangan sastra Indonesia cukup bermakna, paling tidak keberhasilannya merebut pembaca sehingga novel itu dicetak ulang belasan kali. Kepopuleran novel itu juga mendorong novel tersebut diangkat ke dalam layar perak.