Indonesia Tumpah Darahku merupakan kumpulan sajak kedua yang dikarang oleh Muhammad Yamin. Kumpulan sajak itu diterbitkan oleh Muhammad Yamin dua hari sebelum Sumpah Pemuda dengan titimangsa: Pasundan, 26 Oktober 1928. Buku tersebut ditujukannya kepada handai taulanku yang menghargai bahasa Indonesia. Sambutlah harapan ini sebagai buah tangan kepada kekasih yang kunanti. Kumpulan sajak ini dimulai dengan mottonya:
Bersatu kita teguh
Bercerai kita jatuh
Penerbitan buku kumpulan sajak itu diusahakan sendiri oleh Muhammad Yamin dan buku tersebut tidak pernah dicetak ulang.
Isi buku Indonesia Tumpah Darahku terdiri atas 88 bait yang setiap bait mempunyai tujuh larik dengan rima akhir a a a b c c c. Keseluruhan sajak itu memberikan penjelasan dan kesadaran, bahwa Indonesia adalah tumpah darah, tanah air kita yang perlu dimuliakan. Tidak seperti kumpulan sajak Tanah Air, dalam kumpulan sajak Indonesia Tumpah Darahku, Yamin tidak lagi menyebutkan Sumatra sebagai tanah air, tetapi Indonesia.
A. Teeuw (1980) dalam Sastra Baru Indonesia I mengatakan, bahwa dalam kumpulan sajak Indonesia Tumpah Darahku, Yamin memperlihatkan pemakaian bahasa yang masih konvensional dan masih mengandung segala unsur kelemahan yang kita dapati pada karyanya yang permulaan. Yang paling menarik dalam karya ini adalah isinya. Baik dari judulnya maupun dari isinya jelaslah bahwa ketika itu suatu perubahan yang penting mulai terlihat, yaitu perubahan dari pandangan kedaerahan dengan perhatian kepada soal kebudayaan, kepada pandangan kebangsaan dengan perhatian ditumpukan kepada soal politik, terutama cita-cita potitik tentang kemerdekaan Indonesia.
Prof. Dr. Sarwadi, guru besar bahasa dan sastra Indonesia IKIP Yogyakarta (1994) dalam bukunya Rangkuman Sejarah Sastra Indonesia Modern mengatakan, bahwa apabila kita perhatikan kumpulan sajak Indonesia Tumpah Darahku, hakikatnya ada satu nama dasar yang menjiwai semua sajak Yamin dan nama itu jelas terlihat pada Indonesia Tumpah Darahku. di dalam kumpulan sajak itu terlihat, (1) kecintaan Yamin yang menulang sumsum kepada bangsa, bahasa, dan tanah air, (2) usaha Yamin yang sangat keras untuk memajukan bahasa Indonesia, (3) kekaguman Yamin kepada kejayaan bangsa pada masa kebesaran Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit, dan (4) kecenderungan Yamin kepada persatuan dan kesatuan bangsa untuk memperoleh kebesaran yang hilang itu.