Kuli Kontrak merupakan kumpulan cerita pendek karya Mochtar Lubis yang diterbitkan tahun 1982 oleh Sinar Harapan. Tebal buku itu adalah 164 halaman dengan teks yang dilengkapi gambar berjumlah 6 buah. Desain sampul dibuat oleh But Muchtar, sedangkan ilustrasinya dibuat oleh Kresnamurti dari Studio Wyia Risdi. Desain sampul buku berwarna hitam. Di tengah buku itu ada lingkaran berwarna merah bergambar sebuah kursi berkaki manusia yang dibalut kain putih. Dari kursi itu ada darah yang menetes.
Kumpulan cerpen Kuli Kontrak memuat 18 cerpen, yakni "Kuli Kontrak", "Cemburu", "Traktor", "Sewanya Bisa Dibeli", "La Badinda", "Sinyo Brandi", "Rumah Jati", "Hidup Singkat Si Comat yang Berbahagia", "Jibakuta", "Cincin Berlian", "Soal Warna Kulit Saja", "Peraturan, "Mengapa Karena Tidak Suka Berbicara", "Potret", "Cerita Sebenarnya Mengapa Haji Jaka", "Menggantung Diri", "Binatang Malam Jadi Hidup", "Kuburan Kramat", dan "Nasonalis Nomor Satu".
Kuli Kontak memaparkan kehidupan para penguasa yang menindas rakyat kecil dan kebobrokan moral para pejabat pemerintah.. Hal itu seperti yang dikisahkan ketika seorang ayah terpaksa menyiksa bangsanya sendiri yang diperlakukan tidak adil oleh opzicter karena sistem kolonial mengharuskan ia berbuat demikian.
Kuli Kontrak, antara lain, dibicarakan oleh Jakob Sumardjo dan Bambang Bujono. Jakob Sumardjo (1984) menyatakan bahwa Mochtar Lubis menunjukkan sebagai sastrawan pengamat sosial yang teliti dan peka. Hampir dipastikan semua cerpennya berdasarkan kondisi sosial yang nyata, bukan lamunan, dan bukan fiksi yang dapat dikembalikan pada sejarah kotemporernya. Meskipun demikian, Mochtar Lubis masih berhasil mengangkat kenyataan zaman itu sebagai masalah kemanusiaan yang akan terjadi kemudian atau sudah terjadi berkali-kali dalam sejarah. Hal itu terjadi terutama karena Mochtar Lubis merupakan manusia gelisah yang selalu bertanya mengapa masyarakatnya terutama masyarakat rendahan selalu jadi korban ketidakadilan, kesengsaraan, dan kemiskinan.
Setiap cerpennya menegaskan bahwa nasib seorang rakyat amat ditentukan oleh baik buruknya pola dan sistem sosial atau politik yang berlaku. Semua cerpennya tadi ditulis dengan gaya yang jernih, sederhana langsung tanpa renda kata-kata, tanpa ekspresi yang meledak dan emosional. Bahkan, dalam beberapa cerpennya sering muncul humor yang telak mengandung ejekan.
Bambang Bujono (1983) mengatakan bahwa cerita pendek Mochtar adalah cerita pendek yang praktis. Ia tidak suka berbelit-belit. Ia pun lebih cendrung meringkas suasana, gambaran lokasi, profil tokoh utama cukup disebut yang penting saja. Maka, yang bisa mengikat pembaca adalah isi kisah yang cenderung karikatural.