Nusa Penida merupakan novel karya Andjar Asmara setebal 297 halaman. Cetakan pertamanya diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1949. Nusa Penida merupakan novel satu-satunya yang dihasilkan pengarang kelahiran Alahan Panjang, Sumatera Barat itu. Mungkin karena pengalamannya sebagai redaktur Penerbit Kolff di Surabaya dan sebagai wartawan, ia berhasil menulis sebuah novel dengan latar tempat dan latar sosial Bali.
Nusa Penida menceritakan kisah cinta segitiga antara Pandan Sari yang sejak kanak-kanak diasuh oleh Pak Murda dengan kedua anak Pak Murda, I Jaya dan I Pangeh. Ketika Pandan Sari dibawa ke istana, ia merasa terikat. Karena rindunya pada I Jaya, berkali-kali Pandan Sari minta agar kastanya diturunkan sebagai orang biasa sehingga ia dapat menikah dengan I Jaya. Cinta Pandan Sari dan I jaya mengalami cobaan karena I Jaya yang telah membunuh orang dibuang oleh raja ke Nusa Penida selama 10 tahun. Pada saat itu permintaan Pandan Sari akhirnya dikabulkan. Pandan Sari diturunkan kastanya sebagai orang biasa. Pandan Sari berusaha mengejar I Jaya, tetapi ia terlambat. Kapal yang membawa I Jaya menuju Pulau Nusa Penida sudah berangkat.
Beberapa bulan sesudah I Jaya dibuang ke Nusa Penida, ia dikabarkan meninggal dunia. Setelah mendengar kabar itu, Pandan Sari terpaksa menikah dengan I Pangeh untuk membalas budi Pak Murda yang telah mengasuhnya. Pernikahan itu membuahkan seorang anak laki-laki. Berita pernikahan Pandan Sari dan I Pangeh terdengar oleh I Jaya di Nusa Penida. Diam-diam I Jaya menyusul dan mengajak Pandan Sari lari. Percakapan antara Pandan Sari dan I Jaya terdengar oleh I Pangeh. Ia mengejar I Jaya dan hampir menghunuskan kerisnya ke tubuh kakaknya. Ia teringat akan pesan ayahnya bahwa keris itu dapat mendinginkan hati yang panas, apabila terjadi perselisihan antara mereka bertiga.
Kedatangan I Jaya terdengar hingga istana. Mereka melakukan pengejaran. Tembakan polisi istana mengenai dada I Jaya. I Jaya terhanyut di ombak yang pasang. Ia terdampar di pantai yang tidak jauh dari rumahnya. Ia ditemukan oleh I Pageh yang langsung membawanya pulang ke rumah. Ia berpesan agar keluarganya tetap dipelihara dan agar I Pangeh dan Pandan Sari dapat menjadi suami isteri yang rukun, damai, dan berbahagia.
Menurut Maman S. Mahayana dkk. (1992), Nusa Penida adalah novel yang menarik walaupun gambaran tradisi Bali kurang terlihat. Ia menarik karena menyajikan ketegangan terutama di bagian akhir. Nusa Penida juga menyampaikan tema adat perkawinan seperti tema novel-novel Balai Pustaka sebelum perang. Nusa Penida tampak ingin mengangkat masalah kasta di masyarakat Bali. Tokoh I Murda yang berkasta Sudra menyelamatkan Gusti Ayu Pandan Sari, putri Anak Agung I Gusti Ketut Alit Rai, yang kemudian menikah dengan I Pangeh, anak kedua I Murda. Anak pertamanya, I Jaya, karena cintanya kepada adiknya dan Pandan Sari, rela mengorbankan diri demi kebahagiaan mereka. Kasta ternyata tidak menentukan keluhuran budi seseorang. Keluhuran budi ditentukan oleh kepribadian masing-masing orang tanpa melihat kasta mereka.