Pembayaran merupakan novel kedua karya S. Sinansari Ecip yang diterbitkan tahun 1979 oleh PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, dengan ketebalan 113 halaman. Buku itu memperoleh hadiah ketiga Sayembara Mengarang Roman yang diselengga-rakan oleh Dewan Kesenian Jakarta tahun 1976.
Tema Pembayaran adalah ketidakramahan dalam penyelidikan dapat mengakibatkan salah sasaran. Pembayaran bercerita tentang seorang pemuda, Xramhat (Daeng Cakdi), yang kecewa terhadap hasil perjuangannya selama menjadi mahasiswa. Xramhat merampok sendiri uang gaji seluruh pegawai perusahaan tempat ia bekerja di Jakarta. Kemudian, ia meninggalkan Jakarta dan pulang ke Sulawesi Selatan. Uang lima juta hasil curian itu cepat habis karena dibagi-bagikan kepada orang yang tak mampu. Xramhat kemudian bergabung dalam gerombolan perampok ternak yang dikepalai abangnya, Salasa (Daeng Lompo). Gerombolan Salasa bersaing dengan gerombolan perampok ternak lain. Di tengah persaingan itu, Xramhat jatuh cinta kepada seorang gadis bernama Jamilah yang juga dicintai oleh kawan segerombolannya, Halede. Halede diam-diam merupakan musuh dalam selimut. Xramhat lalu melarikan Jamilah. Mereka dilindungi oleh Salasa. Sementara itu, pertentangan antara perampok ternak makin menjadi. Salasa harus duel dengan tokoh perampok ternak tersohor, Barombong, yang diduga telah membunuh ayahnya. Dalam duel itu Salasa tewas. Xramhat menuntut balas. Barombong berhasil ditumpas setelah Xramhat bekerja sama dengan pihak keamanan. Dari Barombong, Xramhat mengetahui bahwa pembunuh ayahnya bukan Barombong, melainkan ayah Jamilah, calon mertuanya.
Jakob Sumardjo dalam Fiksi Indonesia Dewasa Ini (1979) menyatakan latar cerita Pembayaran cukup menarik karena memberikan bahan informasi sosiologis yang jarang didengar. Kehidupan perampok-perampok ternak di Sulawesi Selatan jarang kita dengar dalam fiksi Indonesia. Ternyata Indonesia juga memiliki latar kehidupan seperti yang terjadi di daerah Western Amerika Serikat yang telah melahirkan satu genre novel cowboy yang tak pernah membosankan pembacanya sampai saat ini.
Jakob dalam Pengantar Novel Indonesia (1983) menyatakan bahwa novel Sinansari itu merupakan gado-gado antara kisah detektif, novel percintaan, silat, dan sedikit berbau "western". Sumardi dalam harian Suara Karya (1979) menyatakan hal yang paling menonjol dari novel ini adalah kemampuan Sinansari menampilkan warna kedaerahan Sulawesi Selatan. Warna kedaerahan terlihat pada unsur latar cerita dan penokohan. Sumardi mengatakan pula bahwa selain kesanggupannya menampilkan warna-warna daerah, Sinansari juga memperlihatkan kebolehannya menampilkan unsur ketegangan cerita. Di samping dapat memberikan aspek hiburan, Pembayaran juga dapat menjadi salah satu indikator perkembangan novel dalam konteks kehidupan novel Indonesia.
Saksono Prijanto dalam Berita Bibliografi Idayu (Agustus 1979) menyatakan bahwa Pembayaran bertemakan kritik sosial. Hal itu dapat dilihat pada tokoh Halede, yang dikenal sebagai orang alim dan tidak pernah lupa melakukan ibadat, ternyata seorang perampok. Begitu pula ayah Jamilah, yang dikenal sebagai imam, ternyata pembunuh keji. Di samping itu, ada pamrih orang-orang tertentu yang menggunakan perjuangan sebagai dalih untuk melakukan penyelewengan.
Korrie Layun Rampan (1980) menyatakan bahwa setelah Soeman Hs., orang Poedjangga Baroe yang merintis penulisan novel-novel detektif yang berkadar literer sekitar tahun 1930—1940-an, baru tahun 1970-an ini muncul jenis yang sama. Rupanya para sastrawan kita kurang tertarik terhadap kisah detektif ini. Rasanya baru Sinansari Eciplah yang melanjutkan rintisan Soeman Hs. dengan novelnya Pembayaran yang memenangi hadiah ketiga dalam Sayembara Mengarang Roman DKJ 1976.