Poespa Mega (1927) merupakan kumpulan sajak karya Sanusi Pane yang kedua, setelah Pancaran Cinta (1926). Kumpulan sajak Poespa Mega ini diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Bintang Kedjora, Yogyakarta. Cetakan kedua dan seterusnya diterbitkan oleh Pustaka Jaya, Jakarta, tahun 1971 dan 1975.
Sajak-sajak tersebut pernah dimuat dalam buku Perkembangan Sajak Indonesia Tahun 20-an hingga Tahun 40-an yang ditulis oleh J.S. Badudu dkk. Beberapa sajak juga pernah dijadikan bahan ajar di sekolah, misalnya sajak "Ke Pantai" dalam buku Terampil Berbahasa Indonesia 4 (J.D. Parera dan S. Amran Tasai, 1996) dan sajak "Sawah" dalam buku Pintar Berbahasa Indonesia 3 (H.G. Tarigan dan Djago Tarigan, 1996).
Hampir semua sajak yang terkumpul dalam Poespa Mega berbentuk soneta (sajak empat belas larik). Sajak "Ke Pantai" terdiri atas 32 larik yangterbagi atas 8 bait. Setiap baitnya terdiri atas 4 larik. Selain itu, ada sajak "Kenangan"yang terdiri atas 56 larik. Sajak berbentuk soneta dalam Poespa Mega pada umumnya mengacu ke bentuk soneta Italia, yaitu 4 4 3 3. Bentuk soneta dalam Poespa Mega merupakan perpaduan antara kekuatan estetika pantun dan syair Melayu.
Poespa Megamemiliki 34 sajak, yaitu (1) "Ke Pantai", (2) "Perisai", (3) "Melati", (4) "Sebagai Merpati", (5) "Di Tepi Danau", (6) "Senja", (7) "Sungai", (8) "Mimpi", (9) "Sawah", (10) "Rindu", (11) "Bimbang", (12) "Gamelan", (13) "Jiwa", (14) "Gembala", (15) "Terang Bulan", (16) "Kenangan", (17) "Sajak", (18) "Di Lingkungan Adat Lembaga", (19) "Padma", (20) "Teja", (21) "Air Mancur", (22) "Bunga", (23) "Menumbuk Padi", (24) "Kematian Anak", (25) "Ingin Lupa", (26) "Cinta Muda", (27) "Candi", (28) "Menanti Kata", (29) "Panggilan", (30) "Tanah Karang", (31) "Menari", (32) "Magrib", (33) "Wauu", dan (34) "Di Lereng Salak".
Jika bersandar pada judul yang diurutkan itu, dapat dikemukakan bahwa Poespa Megamenunjukkan adanya semangat romantisisme karena mengungkapkan perjumpaan sang penyair dengan alam. Selain itu, Poespa Mega banyak mengungkapkan perasaan bimbang dan rindu serta mengenang nasib percintaan yang tak sampai. Secara tegas Ajip Rosidi (1982) menyatakan bahwa Poespa Megaberisi banyak kekecewaan karena meratapi cinta yang tak sampai sehingga tak jemu-jemunya mencari kedamaian, ketenangan hidup, dan tempat bahagia. Waluyo (1996) menyatakan bahwa <Poespa Mega merupakan ratapan patah hati penyair terhadap kekasihnya yang telah pergi meninggalkan dirinya.
Pada umumnya para pengamat dan kritikus sastra berpendapat bahwa Poespa Mega merupakan karya Sanusi Pane yang berhasil menyajikan konsepsi tentang alam. Selain itu, warna alam dalam kumpulan sajak Poespa Mega begitu kuat, seolah-olah Sanusi Pane ingin bersatu dengan alam. Hal itu sesuai dengan konsep unio mistico, paham yang dianut Sanusi Pane, yang mencoba memahami manusia sebagai bagian dari alam dan sekaligus merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari alam. Manusia dianggap sebagai dunia kecil dan alam sebagai dunia besar, tempat semua makhluk hidup berada.