|
Sri Sumarah dan Bawuk
(1975)
|
|
|
Sri Sumarah dan Bawuk adalah salah satu kumpulan cerita Umar Kayam yang berisi dua novelet berjudul "Sri Sumarah" dan "Bawuk". Kumpulan ini pertama kali terbit tahun 1975 oleh Pustaka Jaya (Jakarta). Selanjutnya dicetak ulang, yakni pada tahun 1975 dan 1986 dengan jumlah eksemplar berkisar antara 3000-5000 pada setiap cetaknya.
Menurut pengakuan penulisnya (Umar Kayam), meskipun "Sri Sumarah" dan "Bawuk" (serta dua ceritanya yang lain: "Musim Gugur Kembali di Connecticut" dan "Kimono Biru") sama-sama ditulis sebagai upayanya untuk memahami siapa yang "harus" dan "tidak harus" menjadi korban atas datangnya suatu orde di Indonesia pada tahun 1965. Keduanya tidak ditulis dalam masa yang sama. "Sri Sumarah" yang dalam kumpulannya itu diletakkan di bagian awal, proses penulisannya justru dilakukan dalam masa yang sama dengan "Kimono Biru", beberapa tahun kemudian setelah penulisan "Bawuk" dan "Musim Gugur Kembali di Connecticut". Berikut ini adalah kutipan sebagian Umar Kayam tentang latar belakang penulisan "Bawuk" (dan "Musim Gugur Kembali di Connecticut").
Pada tahun 1966 saya diangkat menjadi Direktur Jenderal Radio, Televisi dan Film. Pada tahun 1969 saya dipersilahkan meninggalkan jabatan itu. Tahun-tahun itu adalah tahun-tahun yang penuh pesona petualangan, akan tetapi sekaligus juga kebingungan, ketegagan, dan kebimbangan. Pada usia yang relatif masih muda, 34 tahun, saya telah mendapat beban kekuasaan yang besar. Dengan kegairahan seorang anak muda yang percaya kepada suatu komitmen terhadap datangnya suatu orde yang baru yang mesti menggantikan orde yang lapuk, saya bekerja membersihkan lingkungan kerja saya dari semua unsur orde lapuk itu. Akan tetapi, bersamaan dengan itu saya juga melihat korban-korban berjatuhan. Korban yang seharusnya menjadi korban. Korban yang seharusnya tidak menjadi korban. Siapakah yang menentukan "harus" dan "tidak harus" menjadi korban itu? Dalam kebimbangan di Kuruserta Arjuna masih sempat bertanya kepada Kresna. Dalam kebimbangan dan ketidakmengertian saya, saya tidak mempunyai seorang Kresna. Kebimbangan dan ketidakmengertian, saya coba pertanyakan dalam cerita "Musim Gugur Kembali di Connecticut" dan "Bawuk" saya tulis dalam periode itu. Nasib sial yang harus dialami Tono, sang protagonis dari "Musim Gugur...", dan konsekuensi tragis yang harus dipikul oleh Bawuk dalam "Bawuk" adalah upaya saya untuk memahami siapa yang "harus" dan "tidak harus" menjadi korban. Saya tidak tahu dengan pasti apakah dengan penulisan dua cerita itu saya telah memahami dengan baik tentang masalah itu. Saya tidak tahu dengan pasti apakah Tono dan Bawuk adalah "contoh soal" yang yang tepat dari peristiwa yang dahsyat yang harus kita alami semua pada masa itu (Kayam, 1983).
Oleh karena itu, masih menurut pengakuan Kayam, dua cerita tersebut "Musim Gugur Kembali di Connecticut" dan "Bawuk" kemudian disusul oleh dua cerita yang lain: "Kimono Biru" dan "Sri Sumarah". "Cerita-cerita itu saya kira masih melanjutkan usaha pemahaman saya tentang peristiwa besar dan dahsyat tahun 1965 itu," tulis Kayam (1983).
Sesuai dengan judulnya, Sri Sumarah dan Bawuk, kumpulan itu berkisah tentang perjuangan hidup dua orang manusia yang bernama Sri Sumarah (dalam "Sri Sumarah") dan Bawuk (dalam "Bawuk"). Kedua tokoh itu hidup pada masa yang lebih kurang sama, yakni pada masa Gestapu PKI beraksi di Indonesia pada pertengahan dasawarsa 60-an. Sri Sumarah adalah seorang janda mantri guru di sebuah kecamatan. Meskipun di lingkungannya tergolong sebagai priyayi, ia bukanlah priyayi yang kaya. Meninggalnya Mas Marto (suaminya) ketika Tun (anaknya) masih kecil membuat kehidupannya tidak sebaik para priyayi pada umumnya. la harus mencari tambahan penghasilan dengan berbagai cara agar dapat menyekolahkan anak satusatunya itu. Beruntunglah ia memiliki keterampilan memijit. Berkat keterampilan itu ia tidak hanya dapat bertahan hidup, tetapi juga berhasil mewujudkan cita-citanya, menyekolahkan Tun ke kota hingga SLTA. Sayang, cita-citanya itu tiba-tiba pupus karena Tun hamil. la tidak dapat berbuat lain, kecuali segera mengawinkan Tun dengan pemuda yang menghamili anaknya itu: Yos, aktivis CGMI bertitel sarjana muda. Karena anak dan menantunya aktif dalam organisasi PKI--yang pada akhirnya menyeret Tun ke penjara setelah peristiwa Gestapu meletus--Sri Sumarah harus tetap berjuang hidup membesarkan Ginuk, cucunya.
Sementara itu, Bawuk adalah anak bungsu seorang onder di Karangrandu. Sebagai anak bungsu, ia mendapat tempat khusus di hati kedua orang tuanya. la menikah dengan seorang pria bernama Hasan, pengikut Marxisme dan anggota PKI. Setelah menikah, ia mulai ikut aktif dalam berbagai kegiatan partai (membantu Hasan, suaminya) sekalipun tidak pernah tercatat sebagai anggota partai dan tidak banyak mengetahui rencana-rencana atau hal-hal penting dalam partai. Meskipun demikian, akhirnya (setelah peristiwa Gestapu meletus), ia terpaksa menitipkan kedua anaknya kepada ibunya karena menjadi pelarian. la harus beusaha menghindarkan diri dari penangkapan petugas, sambil mencari suaminya yang hilang.
Dibandingkan dengan kumpulannya yang lain, Seribu Kunang-Kunang di Manhattan (1972), gaya Sri Sumarah dan Bawuk cenderung lebih bersifat tipologis dan sosiologis. Tempat yang menjadi latar cerita, misalnya, sering dibingkai oleh sejarah sosial yang eksternal.
Sebagai karya sastra yang tergolong berkualitas, Sri Sumarah dan Bawuk sudah banyak dan sering dibicarakan orang. Bukan hanya di lingkungan kampus (oleh mahasiswa, dalam bentuk skripsi dan tesis}, melainkan juga dibicarakan dalam seminar-seminar oleh para ahli dalam bentuk makalah dan buku). Berikut ini adalah beberapa tulisan tentang dua novelet Umar Kayam.
-
Kleden, Ignas. 1997. "Novelet dan Cerpen-Cerpen Umar Kayam: Strategi Literer Menghadapi Perubahan Sosial," makalah dalam seminar "Seni Budaya dan Ilmu Pengetahuan", Pusat Penelitian Kebudayaan dan Perubahan Sosial, UGM dan diterbitkan dalam Umar Kayam dan Jaring Semiotik (Aprinus Salam, Edt., 1998).
-
Ahimsa-Putra, H. Shri. 1997. "Levi-Strauss, Orang-Orang PKI, Nalar Jawa, dan Sosok Umar Kayam: Telaah Struktural-Hermeneutik Dongeng Etnografis dari Umar Kayam", makalah dalam seminar Seni Budaya dan ilmu Pengetahuan", Pusat Penelitian Kebudayaan dan Perubahan Sosial, UGM dan diterbitkan dalam Umar , Kayam dan Jaring Semiotik (Aprinus Salam; Edt., 1998).
-
Chudori, Leila S. 1997. "Sepucuk Surat untuk Umar Kayam (Konsep "Ibu" dalam Cerita-Centa Umar Kayam)" makalah dalam seminar Seni Budaya dan ilmu Pengetahuan", Pusat Penelitian Kebudayaan dan Perubahan Sosial, UGM dan diterbitkan dalam Umar Kayam dan Jaring Semiotik (Aprinus Salam, Edt., 1998).
Selain itu, bersama cerita-ceritanya yang lain, novelet itu pernah diterbitkan di Singapura dalam bahasa Inggris dengan judul Sri Sumarah and Other Stories.
| |
PENCARIAN TERKAIT
A. Mustofa BisriA. Mustofa Bisri atau seringkali dipanggil Gus Mus lahir di Rembang, 10 Agustus 1944, dan sampai saat ini memimpin Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Istrinya ... Sri Bekti SubakirSri Bekti Subakir menulis karya sastra dalam bentuk novel dan cerpen. Beberapa novelnya telah mendapat penghargaan. Dia menulis dengan gaya yang lembut dan romantis.
Sri Bekti Subakir ... Rayani SriwidodoPenulis ini lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, pada 6 November 1946, dari pasangan Hajah Siti Ebah Nasution dan Baginda Mulih Kadir Lubis. Rayani Lubis, yang punya hobi main catur ini, ... Cerita Rakyat Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak Sri Indrapura: Pendokumnetasian dan Pengkajian Strukturalisme Vlamidir ProppPeneliti : Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri Kurniati, Zihamussholihin Tanggal Penelitian : 01-02-2016 Tahun Terbit : 2016 Abstrak :ABSTRAK
Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri ... Penelitian Bahasa dan Sastra dalam Naskah Cerita Sri Tanjung di BanyuwangiPeneliti : Ny. Anis Aminoedin, dkk. Tanggal Penelitian : 01-01-1991 Abstrak :Naskah cerita “Sri Tanjung” sangat terkenal di sekitar Banyuwangi dan Bali, tetapi tidak dikenal di daerah ... A. Mustofa BisriA. Mustofa Bisri atau seringkali dipanggil Gus Mus lahir di Rembang, 10 Agustus 1944, dan sampai saat ini memimpin Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Istrinya ... Sri Bekti SubakirSri Bekti Subakir menulis karya sastra dalam bentuk novel dan cerpen. Beberapa novelnya telah mendapat penghargaan. Dia menulis dengan gaya yang lembut dan romantis.
Sri Bekti Subakir ... Rayani SriwidodoPenulis ini lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, pada 6 November 1946, dari pasangan Hajah Siti Ebah Nasution dan Baginda Mulih Kadir Lubis. Rayani Lubis, yang punya hobi main catur ini, ... Cerita Rakyat Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak Sri Indrapura: Pendokumnetasian dan Pengkajian Strukturalisme Vlamidir ProppPeneliti : Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri Kurniati, Zihamussholihin Tanggal Penelitian : 01-02-2016 Tahun Terbit : 2016 Abstrak :ABSTRAK
Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri ... Penelitian Bahasa dan Sastra dalam Naskah Cerita Sri Tanjung di BanyuwangiPeneliti : Ny. Anis Aminoedin, dkk. Tanggal Penelitian : 01-01-1991 Abstrak :Naskah cerita “Sri Tanjung” sangat terkenal di sekitar Banyuwangi dan Bali, tetapi tidak dikenal di daerah ... |
|