Linus Suryadi AG dikenal sebagai penyair dan namanya semakin dikenal berkat prosa liriknya Pengakuan Pariyem (1981). Sebagai sastrawan, Linus juga menulis esai. AG adalah kependekan Agustinus, nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk Katolik. Sebagai sastrawan Linus Suryadi AG mendapat tempat tersendiri dalam angkatan 1980-an. Dia dianggap memberi corak yang khas, khususnya dalam penulisan prosa lirik, salah satu bentuk karya sastra yang sangat jarang ditulis oleh pengarang lain dalam sejarah sastra Indonesia.
Linus Suryadi AG dilahirkan di desa Kadisobo, Trimulyo, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1951 dari keluarga petani sebagai putra kedua dari sepuluh bersaudara. Dia meninggal dunia di Yogya pada tanggal 30 Juli 1999. Ibunya menginginkan Linus menjadi pastur, tetapi Linus sudah mempunyai cita-cita ingin menjadi seorang jenderal. Ketika dewasa, Linus menjadi pengarang yang selain menulis puisi juga menulis esai dan novel.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh Linus Suryadi adalah pendidikan dasar di desanya, SMP Kanisius di Sleman, Yogyakarta, SMA Marsudi Luhur tahun 1968, lalu dia pindah ke SMA I BOPKRI Kotabaru, Yogjakarta, Jurusan Pasti Alam dan tamat tahun 1970. Dia pernah kuliah di ABA Jurusan Bahasa Inggris, tetapi tidak tamat. Kemudian, Linus melanjutkan ke IKIP Sanata Dharma Jurusan Bahasa Inggris, juga tidak tamat. Selanjutnya, ia menjadi autodidak.
Linus Suryadi AG. memulai kariernya sebagai penyair sejak tahun 1970. Dia mulai menulis puisi dan esai. Untuk mengembangkan dirinya Linus bergabung dengan Persada Studi Klub (PSK) asuhan penyair asal Sumba, Umbu Landu Paranggi di mingguan Pelopor Yogya. Dia pernah menggantikan Umbu mengasuh PSK ketika Umbu hijrah dari Yogyakarta ke Bali. Grup ini bubar setelah mingguan itu gulung tikar. Sesudah itu, Linus hidup sebagai bohemian, bergelandang di sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta. Di kota ini juga Linus sehari-harinya bergaul dengan para sastrawan dan budayawan serta kaum cendekiawan, antara lain Prof. Dr. Umar Kayam. Linus Suryadi AG. pernah menjadi redaktur kebudayaan di harian Berita Nasional (1979—1986) dan anggota Dewan Kesenian Yogyakarta selama tiga periode (1979—1996).
Selain sebagai sastrawan, Linus juga banyak terlibat dalam aktivitas kesenian/kebudayaan di kotanya, antara lain menjadi juri lomba baca/menulis puisi, menyelenggarakan program baca puisi sejumlah penyair Yogya dan dari lain kota secara insidental. Dia kadang-kadang juga membaca sajak atau berbicara tentang kesenian di beberapa perguruan tinggi. Pada acara pembacaan sajak, Linus biasanya mengenakan baju surjan dan bercelana jeans. Dia duduk bersila di atas tikar dan kadang-kadang seorang pemain kecapi yang ia ajak di jalan mengiringi sajak-sajaknya dengan tembang-tembang Jawa agar lebih membina suasana puitisnya.
Karangannya banyak dimuat di berbagai harian dan majalah, yaitu Kompas, Minggu Pagi, Suara Karya, Horison, Mutiara, Kedaulatan Rakyat, Pedoman, Pelopor Yogya, Jawa Post, Surabaya Post, Singgalang, Intan, Eksponen, Basis, dan Dewan Bahasa dan Sastra. Atas dasar ini, dapat disimpulkan bahwa peranan Linus Suryadi AG dalam kehidupan sastra cukup menonjol.
Bernand Tukan (Suara Karya, 25 Mei 1981) mengungkapkan bahwa Linus dalam novel Pengakuan Pariyem berbicara perihal keagamaan, melontarkan kritik-kritik sosial serta menyapa alam sekitarnya dalam nuansa romantik. Linus menggambarkan kenyataan-kenyataan hidup dalam lingkungan kebudayaan Jawa.
Pengalaman menulis bagi Linus merupakan hal yang berharga. Oleh karena itu, keberhasilannya dalam menulis juga membuahkan dirinya dapat memperdalam ilmu. Dia pernah mengikuti International Writing Program, Universitas IOWA, AS tahun 1982 dan Festival Kebudayaan Indonesia di Universitas London di South Bank, Inggris tahun 1990. Dia juga sempat membacakan puisi-puisinya di sejumlah universitas: Amerika di Cornell, Wisconsin, Michigan, San Fransisco, dan juga di Sydney, Australia.
Keberhasilan Linus dalam berkarya memperkaya khasanah kesusastraan Indonesia modern. Dia telah memperoleh Hadiah Seni dari Pemerintah Provinsi DIY pada tahun 1984. Kumpulan sajaknya Rumah Panggung mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa tahun 1994. Linus Suryadi AG. juga pernah menjadi runner-up lomba penulisan puisi mengenang sastrawan Aoh K. Hadimadja, BBC, London Seksi Indonesia, dengan puisinya "Berlayar" (1979).
Linus Suryadi AG. termasuk pengarang yang tekun melakukan penelitian sebelum melahirkan karyanya. Novel Pengakuan Pariyem adalah hasil pengamatan dan penelitiannya terhadap kehidupan priyayi Jawa. Dari meneliti kehidupan priyayi itulah kemudian Linus Suryadi AG. tergerak hatinya untuk meneliti keris, senjata tradisional priyayi Jawa.
Sehubungan dengan penelitian tentang keris, Linus juga mengoleksi 60 buah keris dari berbagai zaman dan bentuk serta pusaka para leluhur Jawa yang semuanya dirawatnya dengan baik.Linus juga pernah menekuni puisi Indonesia dan menelitinya yang hasilnya, antara lain, adalah antologi puisi Indonesia dengan judul Tonggak, terdiri atas empat jilid (PT. Gramedia, 1987). Sebagai sastrawan dan peneliti sekaligus, selera Linus memang cukup unik. Dia juga pernah meneliti arti dan kedudukan rumah dalam puisi Indonesia.
Selain menulis puisi dan prosa, Linus juga menulis beberapa esai, seperti Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang editor Pamusuk Eneste, Jakarta: Gunung Agung, 1986, Di Balik Sejumlah Nama (1989), "Regal Megal-Megol" (1992), "Nafas Budaya Yogya" (1994), "Dari Pujangga ke Penulis Jawa" (1995), "Tirta Kamandanu" (1997), dan "Lirik Kemenangan" (1994).
Sejumlah sajak Linus Suryadi AG. juga dimuat dalam antologi Sastra Indonesia Modern: Laut Biru Langit Biru editor Ajip Rosidi, Jakarta: Pustaka Jaya, 1997 dan Surabaya dalam Puisi disusun oleh Suripan Sadi Hutomo, Dewan Kesenian Surabaya, 1976.
Karya-karya Linus Suryadi AG. yang berbentuk puisi adalah (1) Langit Kelabu (kumpulan sajak), Jakarta: Balai Pustaka, 1976, (2) Perkutut Manggung (kumpulan sajak), Jakarta: Pustaka Jaya, 1986, (3) Kembang Tanjung, Ende: Nusa Indah, 1988. "Gerhana Bulan" belum terbit, "Kwatrin-Kwatrin Alit" belum terbit, (4) Rumah Panggung (kumpulan sajak), Ende: Nusa Indah, 1988, "Alit Pak Sastro di Kota" (kumpulan esai, 1988). Dia juga menjadi editor kumpulan puisi lirik Tugu: Antologi Puisi 32 Penyair Yogya, Dewan Kesenian Yogyakarta bekerja sama dengan Barata offset, Yogyakarta (1986). Tirto Kamandanu (kumpulan sajak), 1997, Yogya Kotaku (kumpulan sajak), 1997. Dia juga mengolah cerita anak berjudul Perang Troya terjemahan dari bahasa Yunani purba yang diterbitkan Pustaka Jaya, 1977. Ternyata, selain Pengakuan Pariyem, Linus juga membuat lirik prosa "Dewi Anjani" yang belum terselesaikan. Hal ini disampaikan oleh adik Linus, Bambang Suryanto dari artikel "Dewi Anjani Warisan Linus"
Sejak tahun 1994 kondisi kesehatan Linus Suryadi AG menurun dan tahun 1999 ia terserang stroke dan gagal ginjal. Linus Suryadi AG meninggal di RS. Panti Rapih, Yogyakarta hari Sabtu, 30 Juli 1999.