• Halaman Beranda

  • Data Referensi Kebahasaan dan Kesastraan

  • Ahli Bahasa

    Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)

    Bahasa Daerah Di Indonesia

    Duta Bahasa

    KBBI

    Penelitian Bahasa

    Registrasi Bahasa

    UKBI

    Indeks Pemanfaatan Bahasa Daerah

    Indeks Kemahiran Berbahasa

    Revitalisasi Bahasa Daerah

  • Gejala Sastra

    Hadiah/Sayembara Sastra

    Karya Sastra

    Lembaga Sastra

    Media Penyebar/Penerbit Sastra

    Pengarang Sastra

    Penelitian Sastra

    Registrasi Sastra Cetak

    Registrasi Sastra Lisan

    Registrasi Manuskrip

  • Pencarian lanjut berdasarkan kategori kebahasaan dan kesastraan

  • Statistik

  • Info

 
 
Lie Kim Hok   (1853-1912)
Kategori: Pengarang Sastra

 
 

Lie Kim Hok pengarang yang dilahirkan di Kampung Tengah, Bogor pada tanggal 1 November 1853 dan meninggal pada tanggal 6 Mei tahun 1912 setelah sakit selama tiga hari dengan meninggalkan istri keduanya dan empat anaknya. Ayahnya mengambil Lie Kim Hok dari ibu kandungnya, Oey Tjiok Nio, di Kampung Tengah untuk dibawa ke Cianjur, ke istri keduanya. Dia dididik oleh ayahnya dengan tata cara Cina tradisional dan oleh ibu tirinya dengan kebiasaan lokal. Lie Kim Hok bersekolah di sekolah zending pimpinan Albers. Di sekolah ia belajar dengan menggunakan bahasa Sunda.

Pada tahun 1866 keluarganya pindah ke Bogor, tempat asal ayah kandungnya, Lie Hian Tjouw. Di Bogor ia bersekolah di sekolah privat Cina di bawah pimpinan Tan Liok Ie. Lie Kim Hok masuk lagi ke sekolah misi di Bogor tahun 1869. Misionaris van der Linden memberinya pelajaran bahasa Melayu, Belanda, Perancis, Inggris, dan Jerman selama kurang lebih dua tahun. Lie Kim Hok banyak membaca, dari Plato ke Goethe, dari Shakespeare ke Thackeray, dari Lafontaine ke Zola, dari Tollens ke Daun. Dia juga mengenal Darwin, Frammarion, dan Buckner.

Lie Kim Hok dikenal sebagai bapak Melayu Tionghoa berkat buku Melayu Betawi, yang terbit pada tahun 1884 oleh W. Bruining & Co. Buku ini berisi aturan-aturan penggunaan bahasa Melayu Tionghoa Peranakan, dicetak lima ratus eksemplar dengan jumlah halaman 116. Menurut buku ini, bahasa Melayu Tionghoa Peranakan pertama-tama dipakai di daerah Jawa Barat kemudian menyebar ke Jawa bagian tengah dan timur, dan akhirnya menyebar pula ke Padang, Medan, Palembang, Banjarmasin, dan Makasar.

Perhatian Lie Kim Hok pada bahasa Melayu Tionghoa Peranakan sudah terlihat sejak ia masih bersekolah. Saat berumur 20 tahun Lie Kim Hok sudah menulis Kitab Edja, sebuah panduan untuk mengeja, membaca, dan menulis bahasa Melayu Tionghoa Peranakan. Saat itu, Lie Kim Hok juga menulis sebuah buku untuk anak-anak berjudul Sobat Anak-Anak (1814) yang memuat pesan-pesan mendidik dalam bentuk prosa dan syair.

Selama tujuh tahun Lie Kim Hok bekerja di percetakan milik van der Linden, Penerbit majalah De Opwekker dan Bintang Djohar, dua majalah dengan dua bahasa, Inggris dan Melayu. Lie Kim Hok bekerja sebagai editor di kedua majalah tersebut setelah pulang sekolah.

Ketika van der Linden meninggal pada tahun 1885, istri van der Linden tidak dapat mengelola percetakan tersebut dan menjualnya ke Lie Kim Hok sebesar f1000 (seribu gulden). Beberapa temannya memberi pinjaman ke Lie Kim Hok untuk membeli percetakan tersebut dan mengubah nama percetakan tersebut menjadi Drukkerij Lie Kim Hok & Co. Melalui percetakan tersebut, Lie Kim Hok menerbitkan Kitab Edja dan Sobat Anak-Anak (terbitan kedua), dan Sair Orang Perampoewan (1885). Karya-karya Lie Kim Hok lainnya yang terkenal adalah Syair Cerita Siti Akbari (1884). Menurut Salmon (1985:18) Lie Kim Hok mengambil tema syair ini dari dongeng terkenal Abdul Muluk. Syair ini juga pernah dijadikan cerita panggung (opera).

Lie Kim Hok juga menulis di beberapa surat kabar antara lain Pemberita Betawi, Bintang Barat, Domingoe, Dinihari, Hinia Olanda, Taman Sarie, Bintang Betawi, dan Hukum Hinia. Bahasa Melayu yang dipakai oleh Lie Kim Hok serupa dengan bahasa yang dipakai di kalangan jurnalis orang Indo Eropa. Bahasa tersebut awalnya digunakan di surat kabar kemudian digunakan dalam karya sastra yang kemudian terkenal dengan nama bahasa Melayu Tionghoa Peranakan. Oleh sebab itu, Lie Kim Hok dipanggil sebagai bapak Melayu Tionghoa.

Selain dikenal sebagai penulis karya asli, Lie Kim Hok juga dikenal sebagai penerjemah. Dalam kerja menerjemahkan karya sastra, Lie Kim Hok memiliki cara yang unik. Dia tidak hanya sekadar menerjemahkan saja, tetapi juga menyadurnya dan mengubah penokohan, tempat, waktu, dan situasi serta lingkungannya sehingga muncullah novel baru. Karya-karya terjemahannya antara lain, adalah Hikayat Kapitein Flamberge (1908) karya Paul Sauniere.

Lie Kim Hok juga menulis novel Tjhit Liap Seng atau Bintang Toedjoe (1886) yang merupakan karya unik karena setingnya di negeri Cina, tetapi sangat dipengaruhi oleh dua novel Barat yaitu De Lotgevallen van Klaasje Zeventer (1865) karya J. van Lennep dan Les Tribulations d'un Chinois en Chine (1879) karya Jules Verne. Saat menulis novel Ong Djin Gi (Pembalasan Dendam Hati) (1907) ia diilhami oleh karya terjemahan Belanda De Wraak van de Koddebeier, sebuah novel karya Xavier de Montepin. Dia juga melakukan hal yang sama seperti dalam novel Tjhit Liap Seng. Selain itu, Lie Kim Hok juga menerjemahkan sebagian Cerita Seribu Satu Malam (Arabian Nights) dari versi Belanda (1886).

Selain dalam bentuk novel, Lie Kim Hok juga mengubah prosa ke dalam syair, di antaranya cerita "Nyai Dasima" (1897) yang sebelumnya ditulis oleh G. Francis (1896) digubah tahun berikutnya oleh Lie Kim Hok dalam bentuk syair dengan judul Sair Tjerita di Tempo Tahun 1813 Soeda Kedjaian di Betawi: terpoengoet tjeritanya dari boekoe Nyie Dasima. Lie Kim Hok juga menerjemahkan sejarah Konghucu di Batavia, tetapi kebanyakan didasarkan pada tulisan-tulisan Barat (Hikayat Khong Hoe Tjoe, ditjeritakan di dalem bahasa Melajoe). Selain itu, ada terjemahan Lie Kim Hok yang tidak mencantumkan namanya, namun Tio Ie Soei mengganggap bahwa itu adalah terjemahan Lie Kim Hok dan F. Wigger, yaitu Comte de Monte Cristo, karya Alexandre Dumas, yang diterjemahkannya menjadi Graaf de Monte Cristo (1894—1899). Sebagai penerbit, Lie Kim Hok menerbitkan sebuah primbon ramalan yang diterjemahkan oleh Lie Bian Kie yang diterbitkan pada tahun 1887 dengan judul Boekoe akan petangin perniatan atau itoeng-itoengan dari Sjech-Oelia Djafar Siedek, tersalin dari Soerat Djawa). Lie Kim Hok juga menerbitkan buku Tjerita sa-orang Tjina bernama Ang Boen Swi Masoek Agama Kristen disoeratkan olihnja sendiri dengan bahasa Melajoe rendah (1885) oleh Ang Boen Swi.

Karya terjemahan lainnya adalah Dji Toue Bwee (1887), Nio Thian Lay (1886), Lek Bouw Tan (1887), dan Ho Kioe Tan (1887). Lie Kim Hok juga menerjemahkan seri Rocambole karya Ponson du Terrail dengan judul Kawanan Penjahat (1910), Kawanan Bangsat (sambungan Kawanan Penjahat) (1910), Penipu Besar (sambungan Kawanan Bangsat) (1911), Pembalasan Baccarat (sambungan Penipu Besar) (1912), dan Rocambole Binasa (sambungan Pembalasan Baccarat) (1913). Lie Kim Hok aktif di masyarakat peranakan sebagai anggota aktif perkumpulan T.H.H.K. (Tiong Hoa Hwee Kwan).

 
PENCARIAN TERKAIT

  • Kimaam
    Provinsi Papua Bahasa Kimaam dituturkan oleh masyarakt Kampung Padua, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur dan utara Kampung Padua ...
  • Kimagima
    Provinsi Papua Bahasa Kimagima dituturkan oleh suku Kimagima di Kampung Turiram, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Bahasa Kimagima juga dituturkan di Kampung Kiworo, Eoner, Mambun, ...
  • Kimki
    Provinsi Papua Bahasa Kimki dituturkan oleh etnik Kimki di Kampung Batom, Distrik Batom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur Kampung Batom ...
  • Kimyal
    Provinsi Papua Bahasa Kimyal dituturkan oleh masyarakat Kampung Korupun, Dagi, Duram, Kwan Dua, dan Debula, Distrik Korupun, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penuturnya, bahasa ...
  • Murkim
    Provinsi Papua Bahasa Murkim dituturkan oleh etnik Murkim di Kampung Kopuni (Mot), Distrik Batom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur bahasa Murkim ...
  •  
    © 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
     
    Lie Kim Hok   (1853-1912)
    Kategori: Pengarang Sastra

     
     

    Lie Kim Hok pengarang yang dilahirkan di Kampung Tengah, Bogor pada tanggal 1 November 1853 dan meninggal pada tanggal 6 Mei tahun 1912 setelah sakit selama tiga hari dengan meninggalkan istri keduanya dan empat anaknya. Ayahnya mengambil Lie Kim Hok dari ibu kandungnya, Oey Tjiok Nio, di Kampung Tengah untuk dibawa ke Cianjur, ke istri keduanya. Dia dididik oleh ayahnya dengan tata cara Cina tradisional dan oleh ibu tirinya dengan kebiasaan lokal. Lie Kim Hok bersekolah di sekolah zending pimpinan Albers. Di sekolah ia belajar dengan menggunakan bahasa Sunda.

    Pada tahun 1866 keluarganya pindah ke Bogor, tempat asal ayah kandungnya, Lie Hian Tjouw. Di Bogor ia bersekolah di sekolah privat Cina di bawah pimpinan Tan Liok Ie. Lie Kim Hok masuk lagi ke sekolah misi di Bogor tahun 1869. Misionaris van der Linden memberinya pelajaran bahasa Melayu, Belanda, Perancis, Inggris, dan Jerman selama kurang lebih dua tahun. Lie Kim Hok banyak membaca, dari Plato ke Goethe, dari Shakespeare ke Thackeray, dari Lafontaine ke Zola, dari Tollens ke Daun. Dia juga mengenal Darwin, Frammarion, dan Buckner.

    Lie Kim Hok dikenal sebagai bapak Melayu Tionghoa berkat buku Melayu Betawi, yang terbit pada tahun 1884 oleh W. Bruining & Co. Buku ini berisi aturan-aturan penggunaan bahasa Melayu Tionghoa Peranakan, dicetak lima ratus eksemplar dengan jumlah halaman 116. Menurut buku ini, bahasa Melayu Tionghoa Peranakan pertama-tama dipakai di daerah Jawa Barat kemudian menyebar ke Jawa bagian tengah dan timur, dan akhirnya menyebar pula ke Padang, Medan, Palembang, Banjarmasin, dan Makasar.

    Perhatian Lie Kim Hok pada bahasa Melayu Tionghoa Peranakan sudah terlihat sejak ia masih bersekolah. Saat berumur 20 tahun Lie Kim Hok sudah menulis Kitab Edja, sebuah panduan untuk mengeja, membaca, dan menulis bahasa Melayu Tionghoa Peranakan. Saat itu, Lie Kim Hok juga menulis sebuah buku untuk anak-anak berjudul Sobat Anak-Anak (1814) yang memuat pesan-pesan mendidik dalam bentuk prosa dan syair.

    Selama tujuh tahun Lie Kim Hok bekerja di percetakan milik van der Linden, Penerbit majalah De Opwekker dan Bintang Djohar, dua majalah dengan dua bahasa, Inggris dan Melayu. Lie Kim Hok bekerja sebagai editor di kedua majalah tersebut setelah pulang sekolah.

    Ketika van der Linden meninggal pada tahun 1885, istri van der Linden tidak dapat mengelola percetakan tersebut dan menjualnya ke Lie Kim Hok sebesar f1000 (seribu gulden). Beberapa temannya memberi pinjaman ke Lie Kim Hok untuk membeli percetakan tersebut dan mengubah nama percetakan tersebut menjadi Drukkerij Lie Kim Hok & Co. Melalui percetakan tersebut, Lie Kim Hok menerbitkan Kitab Edja dan Sobat Anak-Anak (terbitan kedua), dan Sair Orang Perampoewan (1885). Karya-karya Lie Kim Hok lainnya yang terkenal adalah Syair Cerita Siti Akbari (1884). Menurut Salmon (1985:18) Lie Kim Hok mengambil tema syair ini dari dongeng terkenal Abdul Muluk. Syair ini juga pernah dijadikan cerita panggung (opera).

    Lie Kim Hok juga menulis di beberapa surat kabar antara lain Pemberita Betawi, Bintang Barat, Domingoe, Dinihari, Hinia Olanda, Taman Sarie, Bintang Betawi, dan Hukum Hinia. Bahasa Melayu yang dipakai oleh Lie Kim Hok serupa dengan bahasa yang dipakai di kalangan jurnalis orang Indo Eropa. Bahasa tersebut awalnya digunakan di surat kabar kemudian digunakan dalam karya sastra yang kemudian terkenal dengan nama bahasa Melayu Tionghoa Peranakan. Oleh sebab itu, Lie Kim Hok dipanggil sebagai bapak Melayu Tionghoa.

    Selain dikenal sebagai penulis karya asli, Lie Kim Hok juga dikenal sebagai penerjemah. Dalam kerja menerjemahkan karya sastra, Lie Kim Hok memiliki cara yang unik. Dia tidak hanya sekadar menerjemahkan saja, tetapi juga menyadurnya dan mengubah penokohan, tempat, waktu, dan situasi serta lingkungannya sehingga muncullah novel baru. Karya-karya terjemahannya antara lain, adalah Hikayat Kapitein Flamberge (1908) karya Paul Sauniere.

    Lie Kim Hok juga menulis novel Tjhit Liap Seng atau Bintang Toedjoe (1886) yang merupakan karya unik karena setingnya di negeri Cina, tetapi sangat dipengaruhi oleh dua novel Barat yaitu De Lotgevallen van Klaasje Zeventer (1865) karya J. van Lennep dan Les Tribulations d'un Chinois en Chine (1879) karya Jules Verne. Saat menulis novel Ong Djin Gi (Pembalasan Dendam Hati) (1907) ia diilhami oleh karya terjemahan Belanda De Wraak van de Koddebeier, sebuah novel karya Xavier de Montepin. Dia juga melakukan hal yang sama seperti dalam novel Tjhit Liap Seng. Selain itu, Lie Kim Hok juga menerjemahkan sebagian Cerita Seribu Satu Malam (Arabian Nights) dari versi Belanda (1886).

    Selain dalam bentuk novel, Lie Kim Hok juga mengubah prosa ke dalam syair, di antaranya cerita "Nyai Dasima" (1897) yang sebelumnya ditulis oleh G. Francis (1896) digubah tahun berikutnya oleh Lie Kim Hok dalam bentuk syair dengan judul Sair Tjerita di Tempo Tahun 1813 Soeda Kedjaian di Betawi: terpoengoet tjeritanya dari boekoe Nyie Dasima. Lie Kim Hok juga menerjemahkan sejarah Konghucu di Batavia, tetapi kebanyakan didasarkan pada tulisan-tulisan Barat (Hikayat Khong Hoe Tjoe, ditjeritakan di dalem bahasa Melajoe). Selain itu, ada terjemahan Lie Kim Hok yang tidak mencantumkan namanya, namun Tio Ie Soei mengganggap bahwa itu adalah terjemahan Lie Kim Hok dan F. Wigger, yaitu Comte de Monte Cristo, karya Alexandre Dumas, yang diterjemahkannya menjadi Graaf de Monte Cristo (1894—1899). Sebagai penerbit, Lie Kim Hok menerbitkan sebuah primbon ramalan yang diterjemahkan oleh Lie Bian Kie yang diterbitkan pada tahun 1887 dengan judul Boekoe akan petangin perniatan atau itoeng-itoengan dari Sjech-Oelia Djafar Siedek, tersalin dari Soerat Djawa). Lie Kim Hok juga menerbitkan buku Tjerita sa-orang Tjina bernama Ang Boen Swi Masoek Agama Kristen disoeratkan olihnja sendiri dengan bahasa Melajoe rendah (1885) oleh Ang Boen Swi.

    Karya terjemahan lainnya adalah Dji Toue Bwee (1887), Nio Thian Lay (1886), Lek Bouw Tan (1887), dan Ho Kioe Tan (1887). Lie Kim Hok juga menerjemahkan seri Rocambole karya Ponson du Terrail dengan judul Kawanan Penjahat (1910), Kawanan Bangsat (sambungan Kawanan Penjahat) (1910), Penipu Besar (sambungan Kawanan Bangsat) (1911), Pembalasan Baccarat (sambungan Penipu Besar) (1912), dan Rocambole Binasa (sambungan Pembalasan Baccarat) (1913). Lie Kim Hok aktif di masyarakat peranakan sebagai anggota aktif perkumpulan T.H.H.K. (Tiong Hoa Hwee Kwan).

     
    PENCARIAN TERKAIT

  • Kimaam
    Provinsi Papua Bahasa Kimaam dituturkan oleh masyarakt Kampung Padua, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur dan utara Kampung Padua ...
  • Kimagima
    Provinsi Papua Bahasa Kimagima dituturkan oleh suku Kimagima di Kampung Turiram, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Bahasa Kimagima juga dituturkan di Kampung Kiworo, Eoner, Mambun, ...
  • Kimki
    Provinsi Papua Bahasa Kimki dituturkan oleh etnik Kimki di Kampung Batom, Distrik Batom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur Kampung Batom ...
  • Kimyal
    Provinsi Papua Bahasa Kimyal dituturkan oleh masyarakat Kampung Korupun, Dagi, Duram, Kwan Dua, dan Debula, Distrik Korupun, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penuturnya, bahasa ...
  • Murkim
    Provinsi Papua Bahasa Murkim dituturkan oleh etnik Murkim di Kampung Kopuni (Mot), Distrik Batom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur bahasa Murkim ...
  • Kimaam
    Provinsi Papua Bahasa Kimaam dituturkan oleh masyarakt Kampung Padua, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur dan utara Kampung Padua ...
  • Kimagima
    Provinsi Papua Bahasa Kimagima dituturkan oleh suku Kimagima di Kampung Turiram, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Bahasa Kimagima juga dituturkan di Kampung Kiworo, Eoner, Mambun, ...
  • Kimki
    Provinsi Papua Bahasa Kimki dituturkan oleh etnik Kimki di Kampung Batom, Distrik Batom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur Kampung Batom ...
  • Kimyal
    Provinsi Papua Bahasa Kimyal dituturkan oleh masyarakat Kampung Korupun, Dagi, Duram, Kwan Dua, dan Debula, Distrik Korupun, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penuturnya, bahasa ...
  • Murkim
    Provinsi Papua Bahasa Murkim dituturkan oleh etnik Murkim di Kampung Kopuni (Mot), Distrik Batom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur bahasa Murkim ...
  •  
     
     
    © 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa