Kuntowidjojo adalah sastrawan yang produktif. Ia menulis karya sastra dalam berbagai genre. Ia lahir di Bantul, Yogyakarta, tanggal 18 September 1943, meninggal di Yogyakarta 22 Februari 2005. Anak kedua dari sembilan bersaudara ini dibesarkan dalam lingkungan keluarga Jawa beragama Islam beraliran Muhammadiyah. Ia aktif di Muhammadiyah dan pernah menjadi anggota PP Muhammadiyah. Keaktivannya ini melahirkan sebuah karya yang berjudul Intelektualisme Muhammadiyah: Menyongsong Era Baru. Dia juga aktif membangun dan membina Pondok Pesantren Budi Mulia dan pada tahun 1980 mendirikan Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) di Yogyakarta. Semasa mahasiswa, ia pernah menjabat Sekretaris Lembaga Kebudayaan Islam (Leksi), pernah menjadi dosen Fakultas Sastra UGM, menjadi Ketua Studi Grup Mantika. Di sinilah ia bergaul dengan para tokoh muda teater, seperti Arifin C. Noer, Syu'bah Asa, Ikranagara, Chaerul Umam, dan Salim Said.
Kuntowidjoyo menikah tahun 1969 dengan Susilaningsih, lulusan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dari perkawinannya itu ia memperoleh dua orang anak, Punang Amaripuja dan Alun Paradipta.
Waktu belajar di SD pada pertengahan tahun 1950-an ia sering mendengarkan siaran puisi dari radio Surakarta, asuhan Mansur Samin dan Budiman S. Hartojo. Mentornya waktu kecil, M. Saribi Arifin dan M. Yusmanam, membuatnya terdorong untuk menulis sastra. Di SMA ia mulai membaca, antara lain, karya Charles Dickens dan Anton Chekhov. Dengan bekal itu pada tahun 1964 ia menulis novel pertamanya, Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari, yang kemudian dimuat sebagai cerita bersambung di harian Djihad tahun 1966. Selain itu, ia juga menulis cerpen dan drama-drama pendek untuk kelompoknya, tetapi ia baru mempublikasikan cerpen-cerpennya tahun 1967 di majalah sastra Horison.
Kuntowidjoyo menyelesaikan pendidikan SD dan Madrasah tahun 1956 dan SMP tahun 1959, semuanya di Klaten, Surakarta. Dia masuk SMA di Surakarta dan lulus tahun 1962. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, tahun 1962 dan lulus tahun 1969. Dia diangkat sebagai pengajar di almamaternya. Tidak lama kemudian ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat. Gelar M.A. diperolehnya dari The University of Connecticut tahun 1974 dan gelar doktor diperolehnya dari Columbia University tahun 1980. Selanjutnya, ia aktif dalam pengajaran, diskusi, seminar, dan menulis artikel sosial budaya serta karya sastra.
Kuntowidjoyo tergolong pengarang yang mampu menulis berbagai genre. Namun, kekuatannya lebih bertumpu pada penulisan cerpen. Sebagai penyair, ia telah menghasilkan tiga kumpulan sajak, yaitu (1) Suluk Awang-Uwung (1975), Isyarat (1976), dan Daun Makrifat, Makrifat Daun (1995). Sebagai cerpenis ia menghasilkan kumpulan cerpen, yaitu Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1992), Hampir Sebuah Subversi, dan beberapa cerpen terbaik dalam Kompas Minggu. Cerpen-cerpen terbaik itu diterbitkan dalam bentuk antologi Kompas yang memakai nama cerpennya, yaitu Laki-Laki yang Kawin dengan Peri (1975), Pistol Perdamaian (1996), dan Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997). Dalam bidang drama ia telah menghasilkan drama liris, yaitu Rumput-Rumput Danau Bento (1968), Tidak Ada Waktu Bagi Nyonya Fatma, Barda, dan Cartas (1972), dan Topeng Kayu (1973). Sebagai novelis, ia telah menulis Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (1966), Khotbah di Atas Bukit (1976), Pasar (1994), dan Impian Amerika (1998).
Untuk karya-karyanya itu Kuntowidjoyo telah memperoleh banyak hadiah dan penghargaan. Hadiah yang pernah diperolehnya adalah sebagai berikut. (1) Hadiah Harapan dari Badan Pembina Teater Nasional Indonesia untuk naskah drama yang berjudul "Rumput-Rumput Danau Bento" (1968), (2) Hadiah Pertama Sayembara Cerpen Majalah Sastra untuk cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga", 1968, (3) Hadiah Sayembara Penulisan Lakon dari Dewan Kesenian Jakarta atas naskah "Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda, dan Cartas", 1972, (4) Hadiah Sayembara Mengarang Roman dari Panitia Tahun Buku Internasional untuk naskah novel "Pasar", 1972, (5) Hadiah Penulisan Lakon dari Dewan Kesenian Jakarta untuk naskah "Topeng Kayu", 1973.
Penghargaan yang pernah diperoleh Kuntowidjoyo adalah (1) Penghargaan Sastra Indonesia dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, 1986, (2) Penghargaan Penulisan Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk kumpulan cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, 1994, (3) Penghargaan Kebudayaan ICMI, 1995, (4) Cerpen Terbaik Kompas, 1995, (5) Cerpen Terbaik Kompas, 1996, (6) Cerpen Terbaik Kompas, 1997, (7)Asean Award on Culture, 1997, (8) Satya Lencana Kebudayaan RI, 1997, (9)Penerbitn Mizan Award, 1998, (10)Penghargaan Kalyanakretya Utama untuk Teknologi Sastra dari Menristek, 1999, (11) SEA Write Award, 1999.
Selain menulis buku-buku sastra, Kuntowidjoyo juga menulis buku nonfiksi, yaitu (1) Pengantar Ilmu Sejarah, 1995; (2) Metodologi Sejarah, 1994; (3) Demokrasi dan Budaya Birokrasi, 1994; (4) Radikalisasi Petani, 1993; (5) Paradigma Islam:Interpretasi untuk Aksi, 1991; (6) Dinamika Sejarah Umat Islam, 1985; dan (7) Identitas Politik Umat Islam, 1997. (8) Esai-Esai Budaya dan Politik, 2002; (9) Penjelasan Sejarah, 2008. Salah satu esainya yang terkenal adalah "Selamat Tinggal Mitos" yang dimuat di Kompas, 24 Agustus 2000. Di dalam esainya ini Kuntowijoyo menyatakan bahwa "Diharapkan bahwa dengan ilmu pengetahuan, gerakan puritanisme, sejarah, dan seni orang berhenti berpikir berdasar mitos, secara formal maupun material. Sebaliknya, orang menjadi sadar akan realitas dan kekonkretan realitas".