M. Husseyn Umar tergolong pengarang tahun 1950-an yang telah banyak menulis puisi dan cerpen. Karya-karyanya itu dimuat dalam majalah-majalah terkemuka pada saat itu, seperti Mimbar Indonesia, Siasat, Pujangga Baru, Zenith, Indonesia, Kisah, dan Budaya. Di samping menulis sajak dan cerpen, ia juga sangat produktif menulis naskah sandiwara radio. Husseyn Umar juga menulis ulasan pementasan drama, cerita pendek khusus untuk ruangan cerita minggu pagi, dan langensari. M. Husseyn Umar lahir di Medan, Sumatra Utara, tanggal 21 Januari 1931. Dia beragama Islam. Pendidikan formalnya dimulai pada zaman Jepang. Dia mengikuti latihan pendidikan guru dan pegawai di Pangkalpinang kemudian menamatkan MULO Bagian B tahun 1949. Sesudah tamat SMA bagian A (sastra) di Jakarta tahun 1952, Husseyn Umar melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat dan tamat tahun 1957. Saat itu gelar bagi lulusan Fakultas Hukum adalah Meester in de Rechten (Mr.).
Husseyn Umar mulai menulis sejak masih menjadi pelajar SMA pada akhir tahun 1940-an. Saat itu, ia berumur 17 tahun. Setelah lulus Fakultas Hukum, ia seakan-akan menghilang dari dunia sastra karena kesibukannya sebagai pegawai pemerintah. Setelah pensiun sebagai pegawai, Husseyn Umar kembali ke habitat lamanya. Dia rajin menghadiri acara-acara sastra.
Kegiatan Husseyn Umar dalam sastra sangat banyak. Pada tahun 1960 Husseyn Umar pernah menjadi redaktur majalah Roman, menggantikan Nugroho Notosusanto. Dia juga mengasuh "Ruangan Mutu, Ilmu dan Seni" bersama Wiratmo Sukito dan Anas Ma`ruf di RRI Jakarta. Ketika masih berstatus mahasiswa, M. Husseyn Umar pernah menjadi anggota redaksi majalah Forum (majalah mahasiswa UI). Di samping itu, ada bukti-bukti peranan Husseyn Umar dalam kehidupan sastra, yaitu adanya ulasan atau pendapat tentang karya-karyanya. Taufiq Ismail pernah mengemukakan pendapatnya tentang rubrik yang iasuh oleh M. Husseyn Umar di radio pada tahun 1950—1960 dan Taufik Ismail mengatakan bahwa rubrik seperti itu tidak ada lagi estafetnya pada saat ini. Taufiq Ismail juga mengulas cerpen "Rodi" karya Husseyn Umar yang ditulisnya tahun 1956. Ketika Husseyn berumur 25 tahun, sudah terlihat bakatnya.
Rupanya, sejak tamat kuliah, Husseyn Umar langsung meniti kariernya dan sibuk bekerja di pemerintahan, khususnya di Kementerian Pelayaran (yang kemudian diintegrasikan ke dalam Departemen Perhubungan), sehingga ia tidak tampak lagi dalam kegiatan di kalangan sastrawan seperti ketika masih mahasiswa. Hubungannya dengan dunia sastra seolah-olah berhenti dan terputus.
Sebagai pegawai, Husseyn Umar memiliki profesi yang selalu menanjak. Kepakarannya dalam masalah hukum kelautan mengantarkannya menjadi pegawai. Dia pernah menduduki sekitar dua puluh jabatan penting dan tinggi, baik di pemerintahan maupun di BMUN. Dia juga pernah menjabat Asisten Utama Menteri Perhubungan Laut, Direktur Utama Perusahaan Maritim Negara, Direktur Utama PT PANN (Perusahaan Pembiyaan Perkapalan), dan Direktur Utama PT Pelni (perusahaan pelayaran). Jabatan-jabatan itu silih berganti dijalaninya dalam waktu dua belas tahun. Bahkan, ia juga mendapat kehormatan bertugas di dalam hubungan negara Indonesia dengan dunia internasional, yaitu sebagai Atase Maritim dan Atase Perhubungan di Kedutaan Besar RI di Den Haag, Belanda (1969—1974). Dia juga pernah menjabat penasihat di organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) di Jeneva, Swiss (1986—1988). Selain itu, Husseyn Umar juga menjadi dosen dan konsultan di Jakarta.
Setelah pensiun, ia bersama Ajip Rosidi menjadi anggota Dewan Pendiri Yayasan PDS H.B. Jassin dan menyumbangkan peralatan kantor pada majalah Horison. Karya-karya Husseyn Umar banyak tersebar di berbagai majalah sastra, antara lain (1) "Kalau Anak-Anakku Pulang Pakansi" (cerpen) dalam Kisah, No. 8, Th. III, Agustus 1954 (2) "Semangat Bushido" (fragmen) dalam Kisah, No. 3, Th. II, Maret 1954 (3) "Dimulai dari Nol" (Cerita Seorang Istri di Pagi Minggu) (cerpen) dalam Kisah, No. 6, Th. II, Juni 1954 (4) Lereng Perjalanan dan Refleksi (Tiga Kumpulan Sajak), 2001. Jakarta: Pustaka Jaya. Karya kumpulan cerpennya berjudul Lembah Kehidupan (2013), kumpulan puisinya Sepanjang Jalan 2013). Sajak-sajak dalam antologi tersebut ditulis pada rentang waktu 1948—1999 dan kurang lebih sepertiga jumlah sajaknya pernah dimuat dalam berbagai majalah terbitan tahun 1950-an, seperti Mimbar Indonesia, Pujangga Baru, Siasat, Forum, Indonesia, Horison, dan Suara Pembaruan Minggu. Dia juga menerbitkan kumpulan cerpen Selendang Merah: Pilihan Cerpen (2000, Jakarta: Grasindo).
Naskah sandiwara radio Husseyn Umar kebanyakan berupa drama klasik, antara lain (1) "Permata dari Ayodhia", (2) "Nyanyian Dewata dari Kuruksetra", (3) "Hang Tuah", dan (4) "Nala dan Damayanti". Dia juga pernah menulis skenario film "Tiga Dara", yakni sebuah film arahan sutradara Usmar Ismail yang pada tahun 1950-an mencapai sukses besar. Beberapa waktu sebelum meninggal, ia sempat menyiapkan naskah-naskah yang masih menunggu penerbit, yaitu (1) "Pahlawan Pelajar" dan (2) "Cerita dan Harapan" (kumpulan cerpen).
Di samping menulis cerpen, puisi, dan naskah sandiwara radio, Husseyn Umar juga menulis masalah hukum dan pelayaran di berbagai seminar dan media massa. Bukunya tentang pelayaran yang sudah terbit adalah (1) Perusahaan Muatan Kapal Laut, 1962, Jakarta: Jambatan; (2) Peraturan Angkutan Laut dalam Deregulasi, 1992, Jakarta: Dian Rakyat; dan (3) Hukum Maritim dan Masalah Pelayaran. M. Husseyn Umar pernah bertempat tinggal di Kompleks Departeman Luar Negeri, Cipulir, Kaveling 30, Ciledug Raya, Jakarta Selatan.