M. Balfas, nama lengkapnya Muhammad bin Salim Alfas, lahir di Krukut, Jakarta, 25 Desember 1922. Dia seorang penulis cerita pendek yang produktif pada tahun 1950-an. Dia juga terkenal dengan novelnya Retak. Dia menderita penyakit asma sampai akhirnya meninggal dunia pada hari Kamis, 5 Juli 1975, pukul 15.30 di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Muhammad Balfas berdarah Arab dan beragama Islam. Latar belakang pendidikannya ialah tamatan MULO tahun 1940. Dalam perjalanan hidupnya, ia menikah empat kali. Istri pertama bernama Rohani, istri kedua wanita berdarah Arab (namanya tidak diketahui), istri ketiga adalah wanita Belanda (dari keluarga Gerritsen), dan istri keempat adalah wanita Australia, mahasiswinya di Universitas Sydney, bernama Windy Salomon.
Berbagai pekerjaan telah dilakukannya. Dia pertama kali bekerja di Economische (1940—1943) kemudian bekerja sebagai kepala redaksi majalah Masjarakat (1946—1947). Bersama Sudjati S.A., ia mendirikan majalah Kisah, yakni majalah khusus berisi cerita pendek. Selama empat tahun, Muhammad Balfas, H.B. Jassin, dan Idrus menjabat sebagai redaktur majalah Kisah sampai majalah ini berhenti terbit tahun 1956. Secara bergiliran dengan H.B. Jassin, ia membicarakan cerita pendek yang dimuat dalam setiap terbitan majalah Kisah. Dia juga pernah menjadi redaktur majalah Dunia Minjak yang diterbitkan BPM. Tahun 1961 ia dan H.B. Jassin menerbitkan majalah Sastra. Pengalamannya mengasuh beberapa majalah sastra itu berhasil mengangkat kedudukannya dalam posisi yang cukup berwibawa, yaitu sebagai tokoh sastra yang penting di Indonesia pada tahun 1950-an. Pengalaman bekerja sama dengan H.B. Jassin memiliki makna tersendiri baginya di kemudian hari. Keeratan hubungan di antara mereka dapat ditandai dengan seringnya mereka berbalas-balasan surat dari dokumentasi yang tercatat di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. Dia telah berkirim surat 18 kali kepada H.B. Jassin dan H.B. Jassin membalasnya 6 kali.
Setelah cukup lama bekerja di tanah air, ia mencari pengalaman di luar negeri, yaitu di Malaysia tahun 1962. Selama berada di Malaysia ia bekerja di Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia, dan berkecimpung dalam dunia radio. Perantauan Muhammad Balfas di Malaysia membuahkan novel yang berjudul Retak (Pustaka Antara, Kuala Lumpur, 1965) yang merupakan puncak kariernya di bidang penulisan kreatif. Novel Retak karya Balfas sangat populer di Malaysia pada tahun 1965. Setelah mendapat pengalaman di Malaysia, ia mencari suasana baru di Negeri Kanguru, Australia. Di Australia ia mengajar di Universitas Sydney sejak tahun 1967 sampai akhir hayatnya. Sebelumnya, tahun 1954, ia pernah diundang ke Belanda oleh Stichting voor Culturele Samenwerking (Sticusa). Dia pernah juga melawat ke Republik Rakyat Tionghoa tahun 1957 atas undangan Gabungan Pengarang Tiongkok.
Teeuw (1989) menggolongkan Muhammad Balfas sebagai prosais Angkatan '45 sezaman dengan Barus Siregar, Rusman Sutiasumarga, dan Aoh Karta Hadimadja. H.B. Jassin (1985) menilai bahwa Muhammad Balfas adalah pengarang yang karyanya bernuansa keburaman, tanpa humor, dan penuh suasana tragis. Kelucuan yang diungkapkan tokoh-tokoh dalam karyanya merupakan kelucuan yang nyeri. Dialog dalam bahasa Betawi lebih merupakan kehidupan dalam kebugilan. Romantik yang meruak liar tidak pernah sampai pada sentimentalitas yang meratapi diri. Dia mulai dikenal dalam kesusastraan Indonesia modern melalui cerita pendeknya yang berjudul "Anak Revolusi", yang terbit di dalam majalah kebudayaan Gema Suasana No. 5, Tahun I, 1948.
Selain menulis cerita pendek, M. Balfas juga menulis cerita anak-anak, naskah drama, puisi, esai, dan biografi. Biografi yang ditulisnya, antara lain, adalah biografi Dr. Tjipto Mangunkoesoemo. Penulisan biografi tersebut merupakan kegiatan penerbit Djambatan yang menyelenggarakan satu seri "Cermin Kehidupan", yaitu seri biografi tokoh politik. H.B. Jassin (1985) memuji bahwa Muhammad Balfas telah bekerja sungguh-sungguh dalam menulis biografi itu. Dia dinilai telah berhasil memperkenalkan tokoh pejuang Tjipto Mangunkoesoemo dan tokoh lain, seperti Ki Hadjar Dewantoro, Douwes Dekker, Abdul Muis, Dr. Sutomo, dan K.H. Agus Salim.
Karya Muhammad Balfas berupa cerita pendek, novel, drama, cerita anak, esai, dan biografi, baik yang telah dibukukan maupun yang tersebar di majalah atau surat kabar. Berikut ini adalah karya yang berupa cerita pendek, yakni (1) "Anak Revolusi" dalam Gema Suasana, No. 5, Tahun 1, 1948, (2) "Malam Sepi di Senen" dalam Gema Suasana, No. 8, Tahun 1, 1948, (3) "Si Enoh Buta" dalam Daya, No. 13, Tahun 1, 1949, (4) "Rumah di Sebelah" dalam Zenith, No. 8, Tahun 1, 1951, (5) "Si Gomar" dalam Indonesia, No. 1—2, Tahun 2, 1951, (6) "Si Gomar" dalam Indonesia, No. 12, Tahun 1, 1951, (7) "Dosa Tak Berampun" dalam Lenita, No. 8, Tahun 1, 1951, (8) "Kampung Tjawang" dalam Orientatie, No. 44, Januari--Juni 1952, (9) "Matinja Seorang Bapa" dalam Konfrontasi, No. 18, 1957, (10) "Seniman Gagal" dalam Zaman Baru, No. 5, Tahun 7, 1957, (11) "Orang-Orang Penting" dalam Star Weekly, No. 6—10, Tahun XII, 1957, (12) "Menanti Surat Marti" dalam Kisah, No. 3, Tahun 4, Maret 1966, (13) Lingkaran-Lingkaran Retak (kumpulan tjerita pendek, 1952, Balai Pustaka). Selanjutnya, karyanya yang berupa novel adalah (1) Retak (1965), Pustaka Antara, Malaysia, (2) Si Gomar (belum selesai) sedangkan karyanya yang berupa drama (1) "Tamu Malam" dalam Indonesia, No. 9—10, Tahun 8, 1957. Karya yang berupa cerita anak adalah (1) Suling Emas, 1956, Djambatan, (2) Anak-Anak Kampung Djambu, 1960, Djambatan, dan karyanya yang berupa biografi berjudul (1) Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo Demokrat Sejati, 1952, Djambatan.