Pipiet Senja atau Etty Hadiwati Arief dikenal sebagai penyair, cerpenis, novelis, dan penulis cerita anak, lahir di Sumedang pada tanggal 16 Mei 1957.
Nama Pipiet Senja ternyata mempunyai kisah tersendiri. Menurut Pipiet, suatu sore menjelang petang, ia tengah berdiri di tepian sungai sambil memandangi persawahan dan langit di sebelah barat. Ketika itulah, ia melihat kawanan burung pipit terbang menuju sarangnya. Hal itu memberikan ilham kepadanya. Pipit adalah burung kecil yang ringkih. Hal itu sangat cocok dengan dirinya yang kecil dan penyakitan, sedangkan senja menggambarkan dirinya yang berada di ujung harapan, seorang yang harapan hidupnya tidak lama lagi. Supaya lebih keren, ia tambahkan huruf `e' pada pipit menjadi Pipiet.
Tantangan hidup yang harus dilewati Pipiet Senja sangat beragam. Tahun 1981, saat ia hamil delapan minggu, dokter menyuruhnya agar mengeluarkan janin tersebut. Alasannya, selama ini tidak pernah ada pasien thalassemia yang hamil, tetapi ternyata Pipiet dikaruniai dua orang anak dari suminya H.E. Yassin.
Setelah anak pertama lahir, badai menimpa rumah tangga Pipiet. Dia berpisah dengan suaminya selama tiga tahun dan harus menjalankan peran sebagai orang tua tunggal. Di samping harus merawat bayi yang baru berusia satu tahun, ia juga harus transfusi darah setiap bulan dan harus berkarya.
Karya Pipiet pada awalnya berupa puisi yang dikirim ke radio-radio di Bandung. Tahun 1974 nama Pipiet Senja sudah menggema di radio-radio di Bandung, tetapi pada waktu itu ia belum berani mengirimkan karya ke majalah.
Dari penulisan puisi, Pipiet merambah ke dunia penulisan cerpen. Setahun kemudian, cerpennya dimuat di majalah Aktuil Bandung. Waktu itu, ada dua cerpenis kembar, yakni Yudhistira A.N.M. Massardi dan Noorca M. Massardi yang karya-karyanya sangat populer di media massa Jakarta. Pipiet merasa sangat tertantang untuk "menaklukkan" Jakarta.
Hampir 30 tahun sejak divonis mati oleh dokter akibat komplikasi penyakit, Pipiet masih hidup dan terus berkarya. Selain produktif menulis lebih 70 novel dan cerpen, ia pun tidak pernah segan membagi ilmu kepada siapa saja, khususnya para penulis pemula. Bersama suami, HE Yassin, dan dua anaknya, yakni Haekal dan Azimatinnur Siregar, mereka saling berlomba menulis cerpen dan novel, baik diterbitkan sendiri-sendiri maupun secara bersama.
Karya-karyanya yang terkenal, antara lain adalah Lukisan Rembulan (2003), Menggapai Kasih-Mu (2002), Namaku May Sarah (2001), Tembang Lara (2003), Rembulan Sepasi (2002), Merah Jenin: Kado Cinta untuk Palestina (2002) Meretas Ungu (2005), dan Langit Jingga Hatiku (2007). Bukunya diterbitkan oleh berbagai penerbit, antara lain Mizan, Gema Insani Press, Zikrul, dan Senayan Abadi.
Pipiet telah berkeliling Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri untuk menularkan kiat-kiat menulis cerpen dan novel. Di sisi lain, ia menganggap penyakit thalassemia adalah "teman" yang mendorongnya untuk memanfaatkan sisa umur dengan berkarya sebanyak mungkin dan berbagi ilmu dengan orang lain.