P. Sengodjo mempunyai nama kecil Suripman.Ketika Suripman menulis sajak, ia menggunakan nama kakeknya, Prawiro Sengodjo kemudian disingkat menjadi P. Sengodjo. Pria kelahiran 25 November 1926 di Desa Gatak, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang ini juga dikenal sebagai penulis cerpen, dengan menggunakan nama aslinya Suripman atau kadang-kadang dengan nama samaran Sengkuni (nama tokoh pewayangan). Ketika menulis esai, ia menggunakan nama Suripman. P. Sengodjo memang dikenal sebagai pengarang yang gemar menggunakan nama samaran. Hasil karya P. Sengodjo kebanyakan diterbitkan dalam majalah, antara lain, Pantja Raja, Zenith, Gelanggang, Gadjahmada, Indonesia, Pudjangga Baroe, dan Harian Mimbar Indonesia.
P. Sengodjo menyelesaikan sekolah dasar hingga sekolah menengah di kota kelahirannya, kemudian ia melanjutkan sekolah menengah umum atas bagian di kota Solo dan lulus tahun 1947. Sambil menempuh SMU, ia menjadi anggota redaksi majalah Suara Muda yang terbit di kota Solo. Dia melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Fakultas Teknik, tetapi tidak selesai dan keluar pada tahun 1949. Walaupun sudah tidak berstatus sebagai mahasiswa, ia masih diajak untuk mengelola majalah Gadjah Mada, dari tahun 1951 sampai dengan 1954. Dia pernah mencoba kuliah di Universitas Satyawacana Salatiga, tetapi tidak sampai selesai juga.
Namanya mulai dikenal oleh masyarakat penikmat sastra ketika tulisannya dimuat dalam majalah Suara Muda. Dia merasa beruntung menjadi anggota redaksi majalah tersebut karena dengan begitu tulisannya sering dimuat dalam majalah tempatnya bekerja. Namanya semakin dikenal lagi setelah hasil karyanya sering dimuat dalam majalah yang terkenal pada masa itu, yaitu Pantja Raja. H.B. Jassin dalam antologi prosa dan puisi Gema Tanah Air (1969), menyertakan tiga sajak dan satu cerpennya dan Satyagraha Hoerip dalam Cerpen Indonesia I (1979) menyertakan cerpen P. Sengodjo "Meguru".
Pekerjaannya selain menulis karya sastra, juga bertani, dan membuka toko di sebuah kota kecil bernama Ampel, yakni di wilayah kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Istrinya meninggal pada tahun 1982. Dia bertekad untuk hidup menduda dan ingin mengasuh anaknya yang saat itu sudah mulai dewasa.
Hasil karyanya pernah dikumpulkan dalam bentuk buku oleh Ibnu Wahyudi dengan judul P Sengodjo: Lembar-Lembar Sajak Lama (1947—1953) diterbitkan PN Balai Pustaka pada tahun 1984. Karya-karya tersebut, antara lain adalah "Pertemuan yang Malam", "Sikap", "Terasing", "Antipoda", "Kenangan kepada STKN", "Sebuah Lagu", "Ejaan Baru", "Menetapkan Gerak", "Tunggu", "Kran Air", "Besok", "Guntur", "Keadaan", "Kenang", "Sambil", "Jalan", "Dengan Kekasih", "Weni", "Keperluan", "Vidi", "Polemik", "Tuju", "Arah", "Hasil", "Perahu", "Surat", dan masih banyak lagi.