Nyoman Rasta Sindhu yang dikenal sebagai penulis sajak dan cerpen juga wartawan lahir pada tanggal 31 Agustus 1943 di Denpasar dan meninggal dunia tanggal 14 Agustus 1972, serta diaben tanggal 17 Agustus 1972. Dia meninggalkan seorang istri bernama Wienarti dan tiga orang anak.
Pendidikan yang diikutinya adalah SD sampai dengan SMA di Denpasar. Setelah itu, ia melanjutkan studi ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada sampai tingkat III (1962—1966) kemudian ia pindah ke Universitas Udayana mengambil jurusan ilmu purbakala. Di universitas ini pun ia tidak menyelesaikan pendidikannya karena ia lebih memilih menjadi wartawan dan staf redaksi Ruang Seni Budaya edisi Minggu, Harian Pagi Suluh Marhaen edisi Bali (Bali Post sekarang). Di samping itu, Rasta Sindhu juga merupakan salah seorang pelaksana redaksi Bali Courier (1971) . Dia juga banyak menulis di surat kabar ibu kota, antara lain, harian Kompas dan Sinar Harapan.
Rasta Sindhu sudah menulis sejak di bangku SMA dan karyanya dimuat di beberapa majalah antara lain, di majalah Sastra, Basis, Mimbar Indonesia, dan Horison. Semua cerita pendeknya mengambil latar Bali, tetapi hampir semuanya, baik secara langsung maupun tidak, isi karyanya itu merupakan penentangan atas kekolotan pandangan atau kepercayaan masyarakat Bali. Protes-protes sosialnya tidak bertolak dari rasa benci, tetapi lebih terasa bahwa sesungguhnya ia sangat mencintai Bali.
Dia termasuk sastrawan angkatan muda dari Bali yang produktif, tetapi namanya tidak tercantum, baik dalam antologi susunan H.B. Jassin maupun Ajip Rosidi. Di sisi lain, dalam antologi prosa Indonesia berbahasa Jerman, Perlen im Reisfeld, Indonesien (1971) namanya tercantum yang diwakili dengan sebuah cerita pendeknya yang berjudul "Ketika Kentongan Dipukul di Bale Banjar". Cerita pendek itu telah dimuat majalah Horison No.1 Th.IV Januari 1969 hlm. 27—29 dan hadiah dari majalah Horison diperoleh tahun 1969.
Tanggapan tentang Nyoman Rasta Sindhu, antara lain dikemukakan oleh Wimpie Pangkahila. Dalam tulisannya ia berpendapat bahwa karangan Rasta Shindhu banyak dimuat dalam surat kabar dan majalah. Dari karang-mengarang itu Rasta Sindhu mendapat honorarium yang bisa menambah biaya hidup keluarganya, tetapi juga tidak mencukupi karena uangnya habis untuk berobat. Teman-teman dekatnya menyarankan supaya Rasta Sindhu banyak beristirahat, tetapi tidak dilakukannya karena ia ingin terus mengarang (Kompas, 23 Agustus 1972).
Nyoman Rasta Sindhu mendapat anugerah piagam penghargaan Dharma Kusuma Maia dari Gubernur Ida Bagus Mantra.
Karya-karya Rasta Sindhu tersebar di media massa, misalnya puisinya dalam majalah Mimbar Indonesia, "Pengemis" (1962), "Anak Revolusi" (1965), "Pembakaran" (1965), "Inilah Kota-Kota Kami" (1965), dalam majalah Basis berjudul "Yogyakarta" (1966), "Sebuah Perpisahan" (1965/1966), "Kepada Bapak" (1966/1967), dan "Inilah Kota-kota Kami" (1969). Cerpennya yang dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia berjudul "Sebuah Rumah" (1965), dalam majalah Sastra "Ni Made Sukerti" (1968), "Malam Semakin Sepi dan Sedih" (1969), "Lelaki yang Pulang" (1969), "Dadong Samprig" (1969),"Tali Timba" (1969), "Jembatan" (1969), "Hujan Turun Sepanjang Hari" (1969), dalam majalah Horison "Ketika Kentongan Dipukul Dibale Banjar" (1969), "THR Setragandamayu Pemedilan" (1969), "Sahabatku Hans Schmitter" (1969), "Pembakaran" (1969), "Semoga Tuhan Menunjuki Mereka Jalan" (1971), dalam harian Kompas "Begitu Saja Saban Pagi, Siang dan Malam" (1971), "Ayah" (1972), "Sahabatnya adalah Matahari" (1972), dan "Saya Bukan Pembunuhnya". Sebuah cerita pendek Rasta Sindhu berjudul "Ayah" dimuat dalam antologi Cerita Pendek Indonesia 4 yang disusun oleh Satyagraha Hoerip, tahun 1979, halaman 130—136.