Rijono Pratikto seorang pengarang cerpen, lahir di Ambarawa tanggal 27 Agustus 1932 dan wafat 30 Oktober 2005. Rijono tamat SMP tahun 1951, lalu meneruskan ke SMA Jurusan B dan tamat tahun 1954. Setelah itu, ia mengikuti pendidikan di Institut Teknologi Bandung, Jurusan Bangunan, tetapi tidak selesai. Selanjutnya, Rijono Pratikto menamatkan pendidikannya di Fakultas Publisistik, Universitas Padjadjaran. Selama revolusi pecah, Rijono berada di Ambarawa. Di tempat itu ayahnya, yang menjabat kepala polisi, hilang. Rumah beserta isinya habis terbakar.
Rijono Pratikto pernah bekerja di RRI Bandung dan menjabat redaktur harian Warta Bandung untuk ruang "Kebudayaan dan Kesusastraan". Dia pernah juga mengajar di Fakultas Publisistik, Universitas Padjadjaran, Bandung sampai tahun 1988.
Rijono Pratikto mulai tertarik pada kesusastraan setelah membaca beberapa karangan Idrus. H.B. Jassin dalam Kesusastraan Indonesia Modern: Kritik dan Esai menyatakan bahwa karya-karya Rijono yang pertama banyak dipengaruhi oleh Idrus. Rijono terpengaruh oleh karya Idrus, terutama dalam stilistikanya. Gaya bercerita Rijono singkat-singkat, meloncat-loncat, di sana sini ada ironi yang pahit, cenderung ke sinisme dan sarkasme, mengingatkan pembaca pada gaya Idrus. Sinisme Rijono tidak begitu tajam seperti sinisme Idrus.
Nama Rijono Pratikto muncul sekitar awal tahun 1950-an. Saat itu Rijono berumur lima belas tahun dan masih duduk di bangku SMP. Kehadirannya dalam dunia kesusastraan Indonesia menarik perhatian para kritikus sastra. Ajip Rosidi (1968) mengemukakan bahwa Rijono maju ke muka dalam dunia kesusastraan Indonesia sebagai pengarang muda. Dia dikenal sebagai pengarang yang paling produktif, menarik, dan mengagumkan. Pendapat Ajip tersebut mengandung pujian dan rasa kagum sekaligus menggantungkan harapan pada seorang cerpenis muda. Menurut Ajip Rosidi, cerita-cerita Rijono sangat fantastis; kekuatan cerita-cerita pendeknya terutama dalam kegilaan fantasinya. Dia bisa memberi bentuk kepada kejaian sehari-hari yang terlalu biasa sebagai cerita berdasarkan fantasinya belaka. Fantasi itu begitu hidup dan luas, sehingga sering tidak mempunyai hubungan dengan kehidupan-kehidupan kita sebagai manusia.
Sementara itu, H.B. Jassin (1961) menyatakan bahwa di samping sifat fantasinya yang luar biasa, keistimewaan Rijono terletak dalam kecakapannya membangun cerita. Daya penambat inilah kekuatan Rijono.
Cerita-cerita pendek Rijono Pratikno pertama-tama dipublikasikan dalam berbagai majalah, antara lain, Zenith dan Mimbar Indonesia. Cerita pendeknya yang terbit dalam majalah Zenith, antara lain, adalah "Si Rangka" (Zenith No. 7 Tahun I, 1951), "Arjati" (Zenith No. 6 Tahun III, 1953), dan "Putusan" (Zenith No. 4 Tahun IV, 1954). Cerpennya yang dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia, antara lain adalah "Api" (Mimbar Indonesia No. II, 5 Maret 1949). Cerita-cerita pendek tersebut kemudian diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen Api (Balai Pustaka, 1951) dan Si Rangka dan Beberapa Cerita Pendek Lain (Pembangunan, 1958). Buku kumpulan cerita pendek Api ini menggambarkan cerita-cerita yang penuh fantasi, misalnya, cerita pendek "Pantalon dan Sepatuku" mengungkapkan pengalaman seorang tokoh yang masih berstatus anak sekolah. Cerita pendek "Buku" menggambarkan pengalaman anak-anak yang melahirkan semacam filsafat. Gaya cerita pendek "Isak Kawin" mengingatkan kita pada cerita Idrus, dan cerita pendek "Dengan Maut" mulai memperlihatkan kemauan Rijono Pratikto, yaitu menciptakan suasana yang seram dan menggetarkan dengan jalinan aku yang penuh ketegangan.
Sementara itu, dalam kumpulan cerita pendek yang kedua Si Rangka, keseraman itu makin tampak. Hal itu disebabkan oleh adanya hubungan cerita dengan kepercayaan dan takhayul. Dalam cerita pendek "Si Rangka" Rijono mengungkapkan adanya misteri dalam kehidupan ini. Misteri itu hanya bisa ialami (didengar dan dilihat) oleh orang tertentu, tetapi tidak bisa ialami oleh orang lain. Suriah, tokoh cerita pendek itu, selalu mendengar suara-suara biola dan rintihan pada malam hari, sementara suaminya tidak mendengar suara apa pun. Suara itu datangnya dari dalam lantai kamar. Setelah lantai dibongkar, ternyata di dalamnya ditemukan sebuah rangka, kemudian rangka itu dipindahkan. Setelah itu Suriah pun meninggal. Rijono dalam cerita pendek ini mengungkapkan hal-hal yang misterius yang berkaitan dengan kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat.
Cerita pendek lainnya yang terkumpul dalam Si Rangka ialah "Kepanjangan", "Pembalasan pada Manusia", "Tiga Benua", "Tangan", "Melia", "Pada Sebuah Lukisan", "Setia Seekor Anjing", dan "Tawanan yang Lari". Sesungguhnya cerita-cerita pendek Rijono Praktikto hanya mengungkapkan fantasi dan misteri belaka. Sebuah cerita pendeknya yang berjudul "Putusan" mengungkapkan konflik keluarga. Tahun 1954 ia meraih hadiah majalah Kisah atas cerpennya "Melalui Biola".
Berikut ini daftar karya Rijono Pratikto. (1) Api, kumpulan cerpen, 1951, Jakarta: Balai Pustaka, (2)Si Rangka dan Beberapa Tjerita Pendek Lainnya, kumpulan cerpen. 1958. Jakarta: Pembangunan, (3) Yang Keempatpuluhsatunya (terjemahan, 1958), (4) "Aryati", cerita pendek, Zenith No. 6 Tahun III, 1953), dan (5) "Putusan", cerita pendek, (Zenith No.4 Tahun IV, 1954).
Rijono Pratikno termasuk korban kesalah-fahaman penentu kebijakan sehingga ia dianggap pengarang yang karyanya dilarang beredar bersama-sama dengan karya pengarang yang terlibat dalam partai politik terlarang semasa Orde Baru.