Toelis Soetan Sati lahir tahun 1898 di Bukittinggi, Sumatra Barat dan meninggal tanggal 16 April 1942 dalam usia yang relatif masih muda (44 tahun). Dia penganut agama Islam yang teguh, seperti tercermin dalam karya-karyanya.
Toelis Soetan Sati menikah dua kali. Istrinya yang pertama telah melahirkan seorang putra, bernama Sofyan. Akan tetapi, dalam usia yang masih muda, tahun 1944, dua tahun setelah Toelis Sutan Sati meninggal, anak itu meninggal dunia. Dengan istrinya yang kedua, Djuz'ah, Toelis Sutan Sati menikah pada tahun 1930. Djuz'ah meninggal tahun 1955 dan mereka dikaruniai seorang putri, bernama Erawati.
Toelis Sutan Sati menempuh pendidikan pertama di Volkschool (sekolah rakyat), kemudian Normaalschool (sekolah pendidikan guru), dan terakhir Kweekschool (sekolah guru bantu). Dengan bekal pendidikan itu, mula-mula ia bekerja sebagai guru Volkschool, setingkat sekolah rakyat, 1914--1917. Setelah itu, ia beralih profesi, sebagai pegawai Balai Pustaka.
Di Balai Pustaka mula-mula ia bekerja sebagai pembantu korektor (1920), kemudian menjadi korektor (1920—1924). Selanjutnya, ia diangkat sebagai redaktur (1930—1938) dan akhirnya sampai pada jabatan pemimpin redaksi. Tahun 1940 Toelis Sutan Sati pensiun dari pekerjaannya. Dua tahun setelah pensiun, Toelis Sutan Sati meninggal dunia.
Bekerja di Balai Pustaka bagi Toelis Sutan Sati merupakan langkah awal yang sesuai dengan hati nuraninya. Pengalaman bekerja di Balai Pustaka itu rupanya berpengaruh pada profesi kepengarangannya. Dalam dunia kesusastraan, Toelis Sutan Sati tercatat sebagai salah seorang pengarang dari Angkatan 1920-an atau pengarang Balai Pustaka, seangkatan dengan Nur Sutan Iskandar, Abas Sutan Pamuncak Nan Sati, dan lain-lain (Teeuw, 1959). Sebagai sastrawan, ia telah menulis berbagai jenis karya sastra, baik karya asli maupun saduran dari cerita daerah maupun terjemahan dari bahasa asing.
Teeuw berpendapat bahwa karya Toelis Sutan Sati memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu tentang penggambaran dunia Minangkabau, baik dari segi latar, maupun dari segi tokohnya. Latar budaya masyarakat Minangkabau dilukiskannya secara kental, seperti yang terdapat dalam novel Sengsara Membawa Nikmat. Tokoh Midun, Kacak, dan Tuanku Laras menurut istri Toelis Soetan Sati, Djuzah, adalah gambaran tokoh-tokoh yang ada saat itu dalam masyarakat Minangkabau. Djuz'ah mendengar keterangan itu dari Toelis Sutan Sati, selain dari masyarakat di kampungnya. Sifat-sifat tokoh itu menggambarkan sifat tokoh yang terdapat dalam masyarakat Minangkabau. Karena lukisan masyarakat Minangkabau yang sangat kental, Teeuw berpendapat bahwa itulah yang bernilai dalam novel itu.
Karyanya ada yang berbentuk sajak, cerita pendek, novel, dan saduran dari bahasa daerah dan asing. Tiga puisinya berjudul "Kurban Malaise", "Syair Unggas Bertuah", dan "Selamat Hari Raya Aidil Fitri" dimuat dalam majalah Pandji Poestaka (1931, 1932, dan 1933). Bahasa yang digunakan dalam puisi itu sangat sederhana. Isinya berupa nasihat. Cerita pendek yang ditulisnya berjudul "Hilang Akal Baru Tawakal", "Cincin Hikmat", "Dekat Lebaran", "Hukuman Tuhan", "Karena Budi", "Penipu jang Licin", "Salah Tampa", "Salah Mengerti", "Kita Seasal dan Sebangsa Bukan?", "Karena Cemburu", dan "Percobaan Cinta". Semua cerita pendek itu dimuat dalam majalah Pandji Poestaka (1933—1936). Seperti tema sajaknya, tema cerita pendeknya juga berupa nasihat. Novelnya berjudul Sengsara Membawa Nikmat (Balai Pustaka, 1928), Tak Disangka (Balai Pustaka, 1929), Memutuskan Pertalian (Balai Pustaka, 1932), dan Tidak Membalas Guna (Balai Pustaka, 1932). Dalam keempat novel itu tercermin latar budaya Minangkabau, terutama dalam novel yang disebutkan pertama dan kedua. Tayangan sinetron di televisi "Sengsara Membawa Nikmat" telah mengangkat nama Toelis Sutan Sati ke kalangan yang lebih luas.
Toelis Sutan Sati juga menerjemahkan dan menyadur berbagai cerita. Terjemahannya berasal dari cerita rakyat Minangkabau yang berjudul Si Umbut Muda (Balai Pustaka, 1930) dan Sabai Nan Aluih (Balai Pustaka, 1929). Saduran yang dihasilkannya berasal dari karangan F.D.J. Pangemanan berjudul Syair Rosina (Balai Pustaka, 1933) dan dari cerita Parsi berjudul Syair Sitti Marhumah yang Saleh (Balai Pustaka, 1930). Semua karya Toelis Sutan Sati telah dibicarakan Anita K. Rustapa dalam bukunya berjudul Dunia Kepengarangan Toelis Soetan Sati dan Analisis Karyanya Chandra Pratama, 1997). Anita berpendapat bahwa pesan pengarang dalam karya-karyanya sangat jelas. Hampir semua pesannya mengandung nilai didik, baik dalam puisi, cerpen, maupun novel. Pada umumnya nilai didik itu diwujudkan dalam cerita yang mengandung nilai moral bahwa yang baik akan mendapat ganjaran dan yang buruk akan mendapat hukuman.