Wisran Hadi, seorang dramawan, novelis, penyair, dan cerpenis yang berasal dari Sumatra Barat banyak menghasilkan karya-karyanya di tanah kelahirannya. Di samping mengungkap persoalan kekinian, ia juga menjadikan mitologi Minangkabau sebagai inspirasi penciptaan atau sumber yang ditransformasikan dalam karya-karyanya. Wisran Hadi lahir di Lapai, Padang, pada 27 Juli 1945 dan meninggal 28 Juni2011pada umur 66 tahun.
Tambahan Hadi di belakang namanya merupakan singkatan dari nama orang tuanya, Haji Darwas Idris. Wisran, anak ketiga dari tiga belas bersaudara, dibesarkan dalam lingkungan pendidikan agama Islam yang taat. Ayahnya, H. Darwas Idris, adalah seorang imam besar masjid Muhammadiyah Padang dan juga ahli tafsir terkemuka di Indonesia. Masa kecil Wisran banyak dipengaruhi oleh kesenian Minangkabau tradisional, seperti pertunjukan randai dan kaba (cerita rakyat Minangkabau).
Masa pendidikan dilalui Wisran di dua tempat, yaitu Padang dan Yogyakarta. Pendidikan dasar (sekolah rakyat dan sekolah lanjutan) ditempuh Wisran di kota Padang. Setelah tamat Sekolah Guru Agama di Padang, Wisran melanjutkan pendidikannya di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta dan tamat tahun 1969. Sebagai seorang pelukis, Wisran aktif melakukan pameran lukisan di kota Yogyakarta sejak tahun 1967, baik pemeran tunggal maupun berkelompok. Dia pernah mengikuti International Writing Program di Iowa University, USA tahun 1997, mengikuti Observasi Teater Modern Amerika di USA, 1978, dan mengikuti Observasi Teater Modern Amerika dan Jepang tahun 1986. Sebagai seniman, Wisran tidak menggeluti dunia lukis saja, tetapi juga memasuki dunia akting dan aktif di berbagai kegiatan kesenian, baik tingkat daerah maupun nasional. Hobinya sebagai penulis membuahkan hasil sebagai penulis drama terkemuka di Indonesia yang memiliki ciri khas kedaerahan.
Kariernya di bidang pendidikan, antara lain, mengajar di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI, Padang), INS Kayutanam, dosen tamu Fakultas Sastra Universitas Andalas, dosen tamu pada Akademi Seni Kebangsaan, Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia di Kuala Lumpur (2001—2005).
Naskah-naskah drama yang dihasilkan Wisran mengantarkan dirinya sebagai pelanggan pemenang lomba penulisan naskah sandiwara yang sering diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Penghargaan sebagai pemenang Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta diperolehnya sejak tahun 1975—1981, 1984, 1985, dan 1998. Tahun 1991 ia menerima penghargaan sebagai seniman teladan dari Pemda Tingkat II Padang.
Selain menulis naskah drama, Wisran juga menulis puisi, cerpen, dan novel, serta memiliki sebuah kelompok teater dengan nama Bumi Teater yang berdiri tahun 1978 di Padang. Pada suatu masa kelompok teater yang dipimpin Wisran Hadi pernah memiliki anggota sebanyak tujuh ratus orang. Darman Moenir, salah seorang sastrawan Indonesia asal Sumatra Barat adalah salah seorang murid Wisran Hadi.
Setelah pensiun, Wisran lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menulis bersama istri tercintanya Raudha Thaib (Upita Agustine), yang juga seorang penyair. Mereka dikaruniai lima orang anak.
Yang menarik dari karya-karya Wisran adalah adanya upaya untuk menghidupkan kembali tradisi dan mitologi lama Minangkabau dan Melayu ke dalam bentuk kekinian. Akan tetapi, upaya penghidupan kembali mitologi dan nilai lama itu tidak tunduk kepada pemikiran masyarakatnya. Wisran dalam karya-karyanya berupaya mentransformasikan mitologi dan nilai-nilai (lama) Minangkabau yang ada dalam tradisi dan cerita-cerita lama Minangkabau ke dalam bentuk yang baru. Dia tidak mengetengahkan mitologi dan nilai-nilai lama itu sebagaimana adanya, tetapi "mengobrak-abriknya" sehingga menjadi sesuatu yang baru. Kedurhakaan Malin Kundang berubah menjadi kebaikan di tangan Wisran Hadi. Malin Kundang dalam mitologi Minangkabau dan cerita lama Minangkabau dikenal sebagai anak durhaka, diubah oleh Wisran menjadi anak yang berguna. Ada beberapa karya Wisran yang menggunakan teknik penceritaan seperti itu. Di samping itu, religiusitas juga banyak mewarnai karya-karya Wisran.
Drama yang dihasilkannya berjumlah sekitar 50 karya, yaitu (1) "Dua Buah Segi Tiga", 1972, dipentaskan di SSRI Padang, (2) "Sumur Tua", 1972, dipentaskan di Padang, (3) "Gaung", 1975, dipentaskan di Padang, (4) "Putri Cendana: Drama Anak-Anak" 1975, dipentaskan di Padang, (5) "Angsa-Angsa Bermahkota: Drama Anak-Anak" 1975, dipentaskan di Padang, (6) "Kejaran Bungsa Drama Anak-Anak", 1975, (7) "Putri Mawar: Drama Anak-Anak"' 1975, (8) "Saijah dan Adinda: Drama Remaja", 1975 dipentaskan di Padang, (9) "Ehm.." 1975 dipentaskan di TIM Jakarta, (10) "Memuara ke Telaga", 1976, (11) "Ring", 1976 dipentaskan Bumi Teater di Padang, (12) "Tetangga", 1977, (13) "Sandi Ba Sandi", 1977, (14) "Payung Kuning", 1977, (15) "Simpang", 1977, (16) "Astaga", 1977, (17) "Anggun Nan Tongga", 1977, (18) "Cindua Mato", 1977, (19) "Malin Kundang", 1978, dipentaskan Bumi Teater di Padang, (20) "Malin Deman", 1978, dipentaskan Bumi Teater di Padang, (21) "Perguruan", 1978, dipentaskan Bumi Teater di TIM Jakarta dan kota lain di Indonesia, (22) "Puti Bungsu", 1979, dipentaskan Bumi Teater di TIM Jakarta, (23) "Tuanku Yayai", 1979. (24) "Imam Bonjol", 1980, dipentaskan Bumi Teater di Padang, (25) "Terminal (operet)", 1980, (26) "Kemerdekaan", 1980, (27) "Baeram Kumpulan Sandiwara": ("Baeram", "Nilam Sari", "Nilonali", "Sutan Pamenan", "Sabai", dan "Istri Kita"), 1981, (28) "Pewaris", 1981, dipentaskan Bumi Teater di Padang dan kota lain di Sumatra; (29) "Nurani", 1981, (30) "Titian"; 1982, (31) "Perantau Pulau Puti"; 1982. (32) "Nyonya-Nyonya", 1982; (33) "Tuanku Nan Renceh", 1982, dipentaskan Bumi Teater di Padang; (34) "Sabai Nan Aluih", (naskah randai), 1982, (35) "Paimbang Dunia", (naskah randai) 1982, (36) "Makan Bajamba", (naskah randai) 1983, (37) "Manjau Ari", (naskah randai), 1984, (38) "Dara Jingga", 1984, dipentaskan Bumi Teater di TIM Jakarta; (39) "Penyeberangan", 1984; (40) "Senandung Semenanjung", 1985; (41) "Jalan Lurus", 1985; (42) "Drama Perjuangan", 1985. (43) "Teater Elektronik", 1985. (44) "Kebun Tuan", 1985, (45) "Ibu Suri", 1988. (46) "Matri Lini", 1988, (47) "Salonsong", 1988, (48) "Ceramah Alamiah", 1989, (49) "Mandi Angin", 1999, (50) "Empat Sandiwara Orang Melayu", 2000.
Selanjutnya, cerita pendek yang dihasilkan Wisran Hadi, antara lain adalah (1) "Sketsa", 1975, (2) "Tembok", 1976, (3) "Nenek", 1976, (4) "Direkturnya Seorang Sastrawan", 1977, (5) "Sore Itu Daun-Daun Mahoni Gugur Lagi", 1977, (6) "Pintu Gerbang", 1978, (7) "Sri", 1979, (8) "Harga Meja Tulis Itu" 1982, (9) "Lawan Berat", 1982, (10) "Tersapa Patung Kuda", 1982, (11) Bertanyalah pada Dewa", 1982, (12) "Festival Garundang", 1982, (13) "Liem Kon Doang", 1986, (14) "Catatan Kumal Si Malin Kundang", 1986, (15) "Bukan Salah Penghulu", 1986, dan (16) "Penghulu Internasional", 1987.
Sementara itu, novel karya Wisran Hadi, antara lain adalah (1) Bayang-Bayang dan Buih, 1977, (2) Di Pinggir Kota, di Pinggir Kita, 1977, (3) Imam (cerita bersambung di Republika), 1996, (4) Tamu,1996, dan (5) Orang-Orang Blanti, 2000. Di samping itu, Wisran juga mengumpulkan puisi-puisinya dalam satu antologi yang berjudul Simalakama, 1975.
Kegigihan Wisran Hadi menekuni dunia sastra membuahkan berbagai penghargaan atas prestasinya. Penghargaan yang pernah diperolehnya, antara lain adalah (1) Pemenang Harapan Ketiga Lomba Penulisan Naskah Sandiwara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk karyanya "Gaung" 1975, (2) Pemenang Lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya Ring, 1976, (3) Pemenang Lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Anggun Nan Tongga", 1976, (4) Pemenang Lomba Penulisan Nasah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Cindua Mato", 1977, (5) Pemenang Lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Malin Kundang", 1978, (6) Pemenang Lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Perguruan", 1979, (7) Pemenang lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Imam Bonjol", 1980, (8) Pemenang Lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Pewaris", 1981, (9) Pemenang Lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Penyeberangan", 1984, (10) Pemenang Lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Senandung Semenanjung", 1985, (11) Pemenang Lomba Penulisan Naskah Sandiwara DKJ untuk karyanya "Gading Cempaka", 1998, (12) Pemenang Penghargaan Penulisan Karya Sastra Terbaik Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atas karyanya Jalan Lurus, 1991, (13) Penerima Hadiah S.E.A. Write Award, 2000, atas karyanya Empat Sandiwara Orang Melayu, (14) Tahun 2003 mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah Indonesia atas jasa-jasanya dalam menaikkan marwah seni di dalam dan di luar negeri. Meskipun dalam berkarya Wisran tidak pernah membayangkan akan menerima bermacam penghargaan, komitmennya terhadap upaya pengembangan sastra Indonesia memberinya berbagai keberuntungan dalam hidupnya.