Tiga Kota merupakan kumpulan cerpen Nugroho Notosusanto yang pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1959 (cetakan V, 1985).
Dalam buku itu dimuat tujuh cerita pendek yang berlatarkan tiga kota, yaitu kota Rembang, Yogya, dan Jakarta, sebagaimana tercermin dalam judul buku kumpulan cerpen itu. Cerita pendek yang berlatarkan kota Rembang ada tiga judul, yaitu (1) "Mbah Danu", (2) Pengantin", dan (3) "Tajuban". Cerita pendek yang berlatarkan kota Yogya adalah (1) "Gunung Kidul" dan (2) "Jeep 04—1001 Hilang", sedangkan cerita pendek yang berlatarkan kota Jakarta ialah (1) "Lagu", (2) "Vickers Djepang", (3) "Sajak", dan (4) "Kemajoran 1954".
Cerpen pertama, "Mbah Danu", bercerita tentang dunia dukun. Seorang dukun, Mbah Danu, mempunyai reputasi yang baik di kampung dan kota sekitarnya. Suatu ketika ia harus berhadapan dengan orang berpendidikan dan ia dituntut untuk dapat menyembuhkan seseorang yang sedang sakit. Dalam kesempatan itu Mbah Danu tidak diberi kesempatan mengobati si sakit. Padahal, pil yang diberikan dokter juga tidak dimakan pasien itu sehingga si pasien meninggal.
Cerpen "Pengantin" bercerita tentang kawin paksa dan untuk menutup malu anak yang lari, saudaranya dijadikan pengantin putri. Cerpen "Tajuban" bercerita tentang nostalgia masa silam dalam pergaulan dan seni tayub yang memang hidup dalam kelompok masyarakat "priyayi" waktu itu. Cerpen itu mengungkapkan pergaulan sosial kaum menengah masa lalu saat diadakan upacara tertentu dan kesenian ini berkembang dengan baik dalam masa sebelum perang karena mendapat dorongan yang positif dari penjajah, sebagai pelemah mental-susila bangsa yang dijajah.
Cerpen "Gunung Kidul" mengisahkan penungguan ibu dan anak yang kelaparan dan ternyata ayah yang ditunggu itu mencuri ketela dan mati dikeroyok orang kampung. Cerpen "Djeep 04-001 Hilang" mengisahkan ulah tentara pelajar yang mencuri jeep dan mobil sedan untuk modal berusaha guna membiayai adik-adik tokohnya. Cerpen "Lagu" bercerita tentang penderitaan batin tokoh ibu karena sang anak memilih menjadi komponis. Cerpen "Vicker Djepang" melukiskan seorang bekas tentara pelajar yang nekad karena frustasi untuk mengubah nasibnya dari tentara menjadi pembegal. Namun, malang baginya karena yang dibegalnya justru bekas komandannya. Cerpen "Puisi" mengisahkan seseorang yang secara lahiriah kasar, tetapi menutup dirinya dari pergaulan umum dan suka membaca sajak. Cerpen terakhir, "Kemajoran 1954" melukiskan pengalaman tokoh aku yang menyaksikan perpisahan pengusaha muda dengan anak istrinya. Ia terbang ke Singapura dalam urusan dagang dan meminta anak-istrinya agar menjemputnya dua minggu kemudian. Ternyata, keesokan harinya tersiar kabar bahwa pesawat yang ditumpanginya terbakar.
Satyagraha Hoerip dengan artikelnya "Renungan Seorang Tentara Pelajar" dalam Tempo No. 29 Tahun XIV, 15 September 1984 halaman 57 menulis bahwa ada tiga hal yang terkesan begitu kita selesai membaca antologi Nugroho. Pertama, perang kemerdekaan banyak memberi ilham kepada Nugroho. Cerpen "Vicker Jepang", "Djeep 04—1001 Hilang", dan "Sajak" berlatarkan masa perang kemerdekaan tersebut. Kedua, penguasaan teknisnya untuk menghasilkan cerita yang pendek, tetapi selesai. Ketiga, bahasa Indonesia yang dipakai Nugroho hidup, bersih, dan jelas.
Korrie Layun Rampan dalam artikelnya yang berjudul "Nugroho Noto Susanto sebagai Sastrawan: Cerpen-cerpennya Menanamkan Jiwa Nasionalisme" yang diterbitkan Suara Karya tanggal 18 November 1983 halaman 4 kolom 6—9 dan halaman 10 kolom 8—9, menyatakan bahwa nada dasar cerpen-cerpen Tiga Kota mencerminkan pembelaannya terhadap manusia dan kemanusiaan. Semangat dan emosi muda masih "menggayut" dengan kadar yang tinggi, tetapi mencapai bobot yang meyakinkan.